Upaya sederhana meningkatkan Literasi di SMAN 2 Fatuleu Barat – oleh Adelbertus F. Neonub, S.Pd. – SMA Negeri 2 Fatuleu Barat – Kabupaten Kupang
Literasi, secara umum kita artikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Tidak terbatas pada sekadar mengeja kata-kata dan menuliskan huruf-huruf di atas kertas. Literasi, tentang bagaimana kemampuan seseorang dalam mengolah dan mememahami setiap informasi saat melakukan proses baca dan tulis.
Pada fase E, pembelajaran (Bahasa Indonesia) di tingkat SMA (kelas 10), seorang peserta didik harus mampu : 1) memiliki kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi dan bernalar sesuai dengan tujuan, konteks sosial, akademis, dan dunia kerja. 2) Peserta didik mampu memahami, mengolah, menginterpretasi, dan mengevaluasi informasi dari berbagai tipe teks tentang topik yang beragam. 3) Peserta didik mampu menyintesis gagasan dan pendapat dari berbagai sumber. 4) Peserta didik mampu berpartisipasi aktif dalam diskusi dan debat. 5) Peserta didik mampu menulis berbagai teks untuk menyampaikan pendapat dan mempresentasikan serta menanggapi informasi nonfiksi dan fiksi secara kritis dan etis.
Lima kemampuan di atas, bagi kami di SMAN 2 Fatuleu Barat, adalah sesuatu yang terlalu besar. Ini tidak berarti menurunkan standar kami.
Antara Harapan dan Kenyataan
Desa Poto, di Kec. Fatuleu Barat, Kab. Kupang adalah lokasi sekolah kami. Jaringan internet di sini belum semutakhir daerah-daerah lain. Listrik pun baru masuk di awal tahun 2022. Kondisi ini adalah realitas yang tak bisa kami hindari dan harus kami terima.
Dalam kaitannya dengan literasi, barangkali tak harus mempersalahkan fasilitas seperti listrik dan jaringan internet. Bicara kebiasaan literasi ini tentu kita kembali pada kultur / budaya. Seorang anak jika sejak kecil tumbuh dalam lingkungan yang dekat dengan buku, tentu selanjutnya dalam hal membaca, bukanlah hal yang luar biasa.
Di awal tahun pelajaran 2023/2024, saya mendapat tugas dari kepala sekolah untuk mengajar di kelas 10 dan juga mendapat tugas tambahan sebagai wali kelas 10 A. Tahun ajaran 2023/2024 adalah awal kami di SMAN 2 Fatuleu Barat mulai menerapkan kurikulum Merdeka (mandiri berubah). Saat pertama melakukan tatap muka di kelas, saya melakukan sebuah asesmen sederhana untuk mengetahui kemampuan membaca anak-anak saya di kelas 10 A, yang berjumlah 30 orang. Sebuah teks saya siapkan, kemudian satu-persatu peserta didik saya minta untuk membaca dengan target kata yang harus mereka capai minimal 200 kata dalam satu menit. Hasil yang saya peroleh, tidak ada satupun dari 30 orang anak didik saya yang mencapai 200 kata dalam semenit. Menurut Hamijaya, et al, membaca 150 – 250 kata / menit tergolong rendah (low grade).
Butuk Kerja Sama Yang Baik
Keresahan saya sebagai Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 2 Fatuleu Barat akan kurangnya rendahnya kecepatan membaca ini semakin tinggi manakala saya mengakses laman rapor Pendidikan. Seperti kita ketahui, Rapor Pendidikan adalah hasil dari Asesmen 45 orang siswa sampel dari setiap sekolah. Rapor Pendidikan SMAN 2 Fatuleu Barat khususnya pada bagian literasi mengalami penurunan sebesar 40,01 persen dari tahun sebelumnya.
Bertolak dari permasalahan di atas, memacu saya sebagai Guru Bahasa Indonesia, harus segera melakukan sesuatu. Untuk paling tidak dapat membantu menggenjot kecepatan membaca. Memang, untuk bisa memperbaiki secara keseluruhan, tentu saya tidak bisa bergerak seorang diri. Butuh kerja sama yang baik dari semua elemen di sekolah ini jika ingin segera memperbaiki kondisi ini.
Sebelum pihak sekolah mengambil kebijakan, saya memulainya pada ruang lingkup yang terbatas pada kapasitas saya sebagai Guru Bahasa Indonesia dan Wali Kelas. Upaya sederhana ini, dengan harapan nantinya jika berhasil dan memiliki nilai positif, kiranya dapat membuat kelas lain bisa mengikuti, dan menjadikannya sebagai salah satu cara untuk segera meningkatkan kemampuan berliterasi anak-anak di SMAN 2 Fatuleu Barat.
Mulai saja dulu!. Langkah pertama yang saya lakukan adalah memotivasi anak-anak untuk membaca Alkitab. Mengapa alkitab ? (seluruh siswa di Kelas 10 A, beragama Kristen). Menurut penulis, Alkitab adalah bahan bacaan yang mudah didapatkan. Setiap anak tentu memilikinya di rumah. Kewajiban membaca ini kami sepakati bersama dengan anak-anak di dalam kelas. Walau diwajibkan dengan kesepakatan, rutinitas membaca alkitab di rumah tidak bisa diukur / diawasi dengan baik. Butuh kerja sama dengan orang tua siswa agar membantu suksesnya program sederhana ini. Dalam hal ini saya sebagai wali kelas, belum sampai menghadirkan orang tua siswa untuk membahasnya lebih lanjut.
Mari Belajar dan Terus Belajar
Upaya peningkatan literasi di SMAN 2 Fatuleu Barat khususnya pada kelas 10 A, tidak berhenti di situ. Setelah mempelajari beberapa topik di platform Merdeka mengajar (PMM), saya mengajak anak-anak untuk membuat lingkungan kaya teks. Adapun cara yang kami terapkan adalah dengan meminta anak-anak didik untuk mencari kata-kata mutiara yang menarik dan cocok bagi diri mereka. Setiap anak wajib mencari satu kata mutiara. Kata Mutiara itu kemudian kami kumpulkan dan mengedit, mendesain, dan mencetaknya, lalu melekatkan dengan lem pada sepotong kardus bekas. Hasil karya itu kami pajang di dalam ruangan kelas untuk menciptakan ruangan kaya teks literasi. Harapannya dapat meningkatkan kemampuan membaca pada anak-anak didik. Hasilnya, di dalam ruangan kelas yang penuh tulisan-tulisan kata mutiara, dan sempat mendapat sentilan kecil bahwa kok mirip café?. Apapun itu, Satu harapan kami sekiranya hal sederhana ini dapat membuat anak-anak didik kian mencintai bahan bacaan.
Walau masih sedikit, saya optimis bahwa kecintaan anak-anak didik akan bahan bacaan mulai mampak, meski itu hanya sebatas mencari dan menemukan kata-kata mutiara, seminggu berjalan, sudah ada anak didik yang meminta untuk menggantikan kata Mutiara yang menempel di dinding.
Hemat penulis, berbicara tentang peningkatan literasi, tentu berkaitan erat dengan kultur yang terbangun. Seorang anak sejak masih berada di tengah keluarga, di Sekolah Dasar, SMP, hingga ke SMA, perlu ada budaya membaca yang baik. Dalam hal peningkatan literasi, semua elemen perlu bekerja sama.