Saat bertemu dengan otoritas sipil Indonesia di Jakarta, Paus Fransiskus menjunjung tinggi semboyan negara “Bersatu dalam Keberagaman,” dan menjanjikan upaya Gereja Katolik untuk mendukung dialog antaragama dan kerukunan sipil.
Paus Fransiskus menyampaikan pidato pertamanya di tanah Indonesia pada hari Rabu saat ia bertemu dengan otoritas negara, masyarakat sipil, dan korps diplomatik di istana kepresidenan Istana Negara di Jakarta.
Ia disambut oleh Presiden Joko Widodo, kerumunan anak-anak Indonesia yang mengibarkan bendera Vatikan dan Indonesia, serta beberapa anggota pasukan pengamanan presiden.
Saat menandatangani Buku Kehormatan, Paus menulis dalam bahasa Italia: “Terbenam dalam keindahan tanah ini, tempat pertemuan dan dialog antara berbagai budaya dan agama, saya mendoakan agar masyarakat Indonesia semakin bertumbuh dalam iman, persaudaraan, dan kasih sayang. Tuhan memberkati Indonesia!”
hinneka Tunggal Ika
Dalam sambutannya kepada pemerintah, Paus berterima kasih kepada semua pihak yang menyambutnya di Indonesia. Ia juga menggarisbawahi bahwa keberagaman suku bangsa dan agama di Indonesia dapat disebut sebagai “jalinan pemersatu”, sebagaimana lautan dapat menyatukan ribuan pulau.
“Semboyan negara kita, Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi Satu) menggambarkan dengan baik realitas yang beraneka ragam ini, yakni masyarakat yang berbeda-beda bersatu dengan kokoh dalam satu negara,” katanya.
Bapa Suci mencatat bahwa keharmonisan dalam keberagaman mengharuskan setiap orang menganut semangat persaudaraan dalam mencari kebaikan semua orang.
“Keseimbangan yang arif dan cermat ini, antara keragaman budaya dan perbedaan visi ideologi, serta cita-cita yang mempererat persatuan, harus terus dipertahankan terhadap ketidakseimbangan,” katanya.
Karya kerajinan seperti itu, imbuhnya, melibatkan seluruh rakyat Indonesia dan mengajak mereka untuk berjuang menuju kerukunan, keadilan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, pembangunan berkelanjutan, dan mengejar perdamaian.
Upaya Gereja untuk memajukan kebaikan bersama
Paus Fransiskus menjanjikan keterlibatan Gereja Katolik dalam mempromosikan dialog antaragama dan membina “kerukunan yang damai dan bermanfaat.”
Dialog antaragama, katanya, dapat membantu menghilangkan prasangka dan menciptakan iklim saling menghormati dan percaya.
“Gereja Katolik,” katanya, “bertugas melayani kepentingan umum dan ingin memperkuat kerja sama dengan lembaga-lembaga publik dan pelaku-pelaku lain dalam masyarakat sipil, mendorong terbentuknya tatanan sosial yang lebih seimbang, dan memastikan penyaluran bantuan sosial yang lebih efisien dan merata.”
Saling menghormati dan keadilan
Paus kemudian menunjukkan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 merujuk pada “Tuhan Yang Maha Esa” dan keadilan sosial beberapa kali hanya dalam beberapa baris.
“Kesatuan dalam keberagaman, keadilan sosial, dan berkat Tuhan merupakan prinsip-prinsip dasar yang dimaksudkan untuk mengilhami dan membimbing tatanan sosial,” katanya. “Prinsip-prinsip tersebut dapat diibaratkan sebagai struktur pendukung, dasar yang kokoh untuk membangun rumah.”
Menyesalkan ketegangan kekerasan yang dapat meletus di negara-negara ketika otoritas sipil memaksakan keseragaman, Paus Fransiskus mengatakan filosofi yang membimbing negara Indonesia adalah “seimbang dan bijaksana.”
Ia teringat kata-kata Paus St. Yohanes Paulus II ketika ia mengunjungi Jakarta pada tahun 1989, yang mengajak pemerintah Indonesia untuk menghormati “kehidupan manusia dan politik semua warga negara” dan mendorong “pertumbuhan persatuan nasional yang berdasarkan toleransi dan rasa hormat terhadap orang lain”.
Perdamaian, tambahnya, “adalah karya keadilan” ( opus justitiae pax ), dan merupakan karya setiap orang.
“Harmoni tercapai,” pungkas Paus Fransiskus, “ketika kita berkomitmen bukan hanya pada kepentingan dan visi kita sendiri, tetapi juga pada kebaikan semua orang, membangun jembatan, membina kesepakatan dan sinergi, menyatukan kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk tekanan moral, ekonomi, dan sosial, serta mendorong perdamaian dan kerukunan.”