Terlalu banyak info.! Terlalu banyak bacot?

INSPIRASI115 Dilihat

informasi.

Iya. Kita sudah dan sedang berada di satu jaman di mana manusia belum. Mengenal tulisan . ..upss salah.

maksud saya, masa di mana kita, hampir semua sudah melek berteknologi. Hari ini setiap orang telah menggenggamnya. Telepon Selular, Telepon Pintar? Gawai?

Maunya kita sebut apa? Kita bilang saja Ha Pe!? Yang disingkat dari hanphone? Jika harus nenjunjung tinggi Bahasa Indonesia maka semestinya barang yang sering digengggam ini kita sebut TS (telepon selular) bukan malah entah karena malas atau (maaf) bodoh? 😆

Bagaimaba kalau kita sebut : poncer (telepon cerdas) 🤣🤣.

Apapun sebutan Indonesianya, barang kecil yang isinya super besar ini, kini sulit untuk tak digenggam kemana-mana. Hingga waktu saya dan waktu anda pun banyak tersita hanya sekadar untuk melakukan scrolling di sosial media untuk terus mendapatkan dopamin.

Ketika teknologi kian berlari secepat mungkin, informasi terlalau banyak ada dan terus nembanjiri kita hari lepas hari.

Baca Juga  Liga Pelajar, dan Sekantung Sirih Pinang dari Amarasi (Barat)

Arus banjir informasi itu bermuatan jualan! Sekali klik dollar jalan! Maka, jangan heran, portal-portal berita ternama di Tanah Air pun selalu saja menghadirkan judul berita yang kadang tidak masuk di akal.

Jangan terkecoh.

Guru pun iya!. Kita pindah topik fokus di dunia pendidikan 😜.

Sektor pendidikan pun tak lolos dari hantaman kemajuan teknologi. Paling parah saat awal pandemi. Panjang ceritanya! Saat semua harus dirumahkan. Kita di daerah yang tiada infrastruktur kewalahan! Asli! Banyak kisah! Tak perlu kuceritakan di sini, bagaimana kita bisa melakukan pembelajaran jarak jauh kalau jangankan jaringan internet. Ponsel, siswa tak punya!

Guru itu mengajar ya…bukan SIBUK BELAJAR. 🤣.

kita yang adalah guru hari ini adalah hasil proses pendidikan dengan model kurikulum di hari itu. Di jaman saya waktu itu (20 tahun lalu), pendidikan di sekolah berjalan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi kalau tak salah. Pendidikan Kecakapan hidup (life skill) selalu disebut-sebut oleh guru saya. Bahwa kalian harus punya skill! Kalau kaka punya skill enak, ya…sekarang bisa pakai cari uang di media sosial!

Baca Juga  Info Nomor Telepon Penting di Kupang

Kita kembali ke informasi.

Setiap hari selalu saja kita dibanjiri informasi di sosial media. Dunia semakin terbuka, nyaris tanpa sekat. Teknologi di genggaman, membuat setiap individu bebas menjadi pewarta.

Cukup sulit bisa membedakan mana pewarta pro (profesional) dan mana bukan pro. Dalam hal ini, hal bodoh dan konyol ketika dikemas dengan bahasa yang baik dan terus disebarluaskan, dapat diterima begitu saja sebagai hal yang dibenarkan.

Untuk benar-benar mendapatkan informasi yang akurat, perlu adanya tindakan berpikir kritis. Berpikir kritis terlalu tinggi om! He he he…

Oke saya sederhanakan. Berpikir kritis kira-kira maksudnya harus sebisa mungkin setiap kita selau harus mempertanyakan informasi-informasi yang diterima sebelum “terkunyah” hingga kunyahan itu kita “muntahkan” ke orang lain.

Saring sebelum sharing. Biar terhindar dari hoax. Kira-kira begitu.

Belum lagi kalau kita bicara soal etika berinformasi di media sosial. Ah pokoknya ramai! Foto jenazah misalnya. Maksudnya mau mengucapkan belasungkawa, dan memberitakan duka, tetapi kan tidak harus dengan mengunggah foto jenazah yang lagi terbaring kan? Iya kan?

Baca Juga  Menulis Untuk Hasrat

Sementara itu, media sosial kini, secara pandang saya, telah beralih fungsi menjadi pasar. Para pengguna dijadikan sasaran jual. Aktivitas kita dipantau, disimpan, dan diolah untuk JUALAN!.

Kalau sudah menjadi pasar, Saya ada di posisi yang mana ? Sudah masuk dalam kelompok pelaku teknologi, atau masih berada sebagai korban. Korban yang tahu bahwa banyak buang waktu, namun diam-diam sambil rebahan terus saja menikmatinya. 😜🤫.

Terlalu banyak informasi, jadinya terlalu bantak bacot. Ingin tampil informatif tanpa mau mendalami setiap yang didapat (informasi). Jadinya apa yang disebut hoax sulit terbendung.

Baca buku. Karena segala sesuatu yang ada di media sosial sifatnya ….sifatnya apa yah……ah…pokoknya baca buku!

Kalau tulisan ini kacau balau, beri protes dengan berkomentar di bawah.