Spiritualitas Guru Katolik

OPINI104 Dilihat

SPIRITUALITAS YESUS SEBAGAI GURU MENJADI SPIRITUALITAS GURU KATOLIK

Ansel Leu, Lic. Theol. 

*_*

  1.      PENDAHULUAN  

Ceramah ini ditujukan secara langsung ke hati guru dan orangtua. Para guru dan orangtua dapat diumpamakan dengan seorang pembajak yang sedang  membajak dan menanami daerah yang paling sulit untuk digarap yaitu daerah kecerdasandan emosi.

Mengapa seseorang harus cerdas mengenal dan mengolah emosinya? Manusia memiliki berapa banyak emosi? Berapa banyak  emosi yang posotif dan emosi yang negatif?            

Secara singkat saya memberikan jawabannya bahwa manusia memiliki  9 emosi. Yakni 1) Apathy (Ketidak perdulian) 2) Grief (kesedihan) 3) Fear (Ketakutan) 4) Lust (Keserakahan) 5) Anger (Kemarahan) 6) Pride (Kesombongan) 7) Courageous (Keberanian) 8) Acceptance (Penerimaan) 9) Peace (Kedamaian).

Jadi dari antara kesembilan emosi manusia ini ada 6 emosi positif dan 3 emosi negatif. Oleh karena itu alangkah indahnya bila setiap orang mengambil keputusan ketikan ia berada pasa posisi emosi postif, atau hendaknya manusia sekali-ali tidak mengambil keputusan ketika ia berada pada keadaan beremosi negatif.

Beberapa latihan awal bagi kita misalnya

1. Ketika anda berencana untuk membangun rumah baru
a.      Apakah anda berpikir untuk memperlihatkan kehebatanmu
b.      Untuk memperolah kenyamanan

2.      Ketika anda membawan tagihan PLN
a.      Apakah anda berpikir agar layanan tidak diputuskan
b.      Menyadari hak dan kewajiban

3.    Ketikan anda diterima menjadi PNS
a.    Apakah anda berpikir untuk mendapat keuntungan dan jaminan hidup
b.      Memberikan pelayanan

4.      Ketika anda menyaksikan kecelakaan Lalulintas
a.      Apakah anda mengatakan, “salah sendiri”, mengapa tidak hati-hati b.      Merasa kasihan terhadap korban

5.      Ketika anda menjabat jabatan baru
a.      Apakah anda mempertontonkan kemampuan anda
b.      Mau membuat perubahan dalam pelayanan agar lebih efektif.

Dengan demikian alangkah indahnya seorang pendidik dan seorang orang tua hendaknya mengenal emosinya dan dengan sengaja mendidik emosinya agar ia hanya mau mengambil keputan ketika ia berada pada posisi beremosi positip.  

Saya tidak berbicara untuk para pahlawan. Saya sedang berbicara kepada para guru, orangtua yang tahu bahwa mendidik menghasilkan tingkat kecerdasan yang indah dan rumit. Mendidik artinya mepercayai kehidupan, walaupun kita harus meneteskan keringat dan air mata. Mendidik adalah mempunyai  harapan akan masa depan.

Mendidik adalah menyebarkan benih dengan  bijaksana dan memanen dengan sabar. Mendidik adalah penambang yang mencari harta karun harapan. Siapakah pendidik yang paling hebat dalam  sejarah umat manusia?  Sepanjang sejarah umat manusia, belum ada  Guru yang mampu menyamai Yesus Kristus Guru yang paling hebat di Negeri Palentina.

Terlepas dari keilahian-Nya , ia adalah guru yang paling genius yang memiliki kemampuan intelektul atau thingking skill yang luar biasa. Kemampuan intelektual Yesus sangat mengagumkan misalnya ketika Ia bersoal  Jawab dengan para pemuka agama, ahli Kitab Suci dan penguasa atau pemerintah (Bdk. Luk 2: 41-52).

Bahkan ia juga sering menyampaikan suguhan pertanyaan kritis yang melampaui kemampuan pendengarnya entah dengan cara berceritera atau melalui perumpamaan-perumpamaan (Luk 8: 4-15, Mat 13: 1-23, Mrk 4: 1-20).

Baca Juga  Peranan Guru Mengintegrasikan Pendidikan Nilai dalam Membangun Karakter Siswa

Oleh karena itu, Kecerdasan intelektual atau biasa disebut IQ sang Guru Yesus memberikan gambaran kepada kita bahwa menjadi guru selayaknya memiliki wawasan yang luas, dan memiliki thingking skill sehingga dapat bertransformasi dan dapat berbagi kepada para murid, sebagaimana dalam ungkapan orang Latin, nemo dat quod non habet.

Berdasarkan pemahaman ini maka bagi Guru Katolik, tidak ada tokoh lain yang lebih hebat g mengagumkan selain dari Yesus Guru yang sangat mengagumkan.

Spiritualitas Guru Katolik harus diambil dari Spiritualitas Yesus sebagai Guru yang mengagumkan. Pekerjaan Yesus sebagai guru tidak diberikan kepada orang lain selain kepada guru-guru Kristen Katolik.

Karya pelayanan Yesus sebagai Guru diberikan kepada para Guru sebagaimana  karya-Nya sebagai tabib diserahkan kepada para dokter dan perawat.  

2.      KEMANAKAH  ARAH  ANAK-ANAK DIDIK KITA?         

Guru-guru dan orangtua bukan sekedar mengajar dan mendidik, mengasuh,  akan tetapi guru dan orangtua  yang mengagumkan pasti memiliki impian besar  untuk anak-anak didiknya.

Guru dan orangtua mencoba berbagai cara agar impiannya menjadi kenyataan seperti mencoba memberikan mereka mainan, hiburan dan disekolahakan di sekolah yang terbaik.

Orangtua dan guru tidak mau kalau anak-anak kehujanan, terluka dan bahkan mengalami kecelakaan. Kita menempatkan TV di ruang tamu. Beberapa orangtua yang kaya menempatkan  TV dan Komputer dalam ruangan tidur setiap anak.

Yang lain mengisi waktu anak dengan kegiatan tambahan, seperti les bahasa asing, computer dan musik, sport dll.   Maksud mereka baik, akan tetapi mereka tidak tahu bahwa anak membutuhkan masa kanak-kanak.

Anak perlu mencipta, mengambil resiko, merasa putusasa, mempunyai waktu untuk bermain dan menikmati hidup. Banyak guru dan orangtua tidak mengerti bahwa TV, mainan produksi pabrik menghambat kreativitas anak. Kita menciptakan dunia buatan bagi anak-anak dan membayar harga  yang mahal.

2.1 Menghambat Kecerdasan anak dan remaja

Kita berharap bahwa pada abad ke-21, para remaja akan senang bekerja, membantu orangtua dan guru, berinisiatif, dan mencintai cara berpikir.  Saya sering tidak mengerti, ketika  Pak Pit Djawan pikul air hampir setiap hari,  sementara anak-anak SMPK di Asrama beriman bola atau berdiri di sekitar pastoran hanya bisa selamat pak gurunya dan tidak ada gerakan dan inisiatip sedikitpun untuk pergi ambil ember dari tangan pak gurunya untuk membantu mengambil air satu-dua kali.

Saya tidak dapat memahami  proses berpikir dan gerakan hati anak-anak ini. Ketika saya masih sekolah tidak mungkin saya membiarkan guru pikul air atau cari kayu api sendiri. Mustahil.  Saya sering bertanya-tanya, “Ini salah siapa?”.

Di sekolah-sekolah, rupanya keadaan semakin parah. Guru dan murid hidup bersama dalam sebuah ruangan kelas selama bertahun-tahun, akan tetapi mereka asing satu terhadap yang lain. Mereka bersembunyi di balik buku pelajaran, buku catatan, dan bahkan komputernya. Apakah itu adalah kesalahan guru? Bukan, Ini adalah kesalahan system pendidikan buruk yang telah diterapkan selama beraba-abad. Anak dan remaja belajar  cara menghadapi fakta-fakta yang masuk akal, tetapi tidak belajar cara menghadapi kegagalan.

Baca Juga  Krisis Ekologis : Suatu Masalah Moral

Mereka belajar cara menyelesaikan soal matematika, tetapi tidak tahu cara menyeselesaikan konflik yang terjadi. Mereka dilatih berhitung dan mendapat hasil yang tepat, tetapi kehidupan penuh dengan kontradiksi: masalah emosi tidak dapat dihitung dan bukan hal yang pasti. Apakah remaja dipersiapkan untuk menghadapi kekecewaan? Tidak! Mereka hanya dipersiapkan untuk sukses.  Generasi sekarang  menjadi generasi informasi. Akan tetapi apa yang akan dilakuka dengan informasi itu. Kita telah menjadi mesin pekerja dan kita telah mengubah anak-anak menjadi mesin belajar.

2.2   Menggunakan Fungsi Memori  Secara Salah  

Sistem pendidikan yang sudah berlangsung berabad-abad mengubah memori anak menjadi sebua database. Apakah memori mempunyai fungsi ini? Tidak.

Kita akan melihat bahwa sekolah menggunakan memori secara tidak tepat selama beraba-abad. Banyak guru dan psikolog memastikan bahwa mengingat kembali itu ada. 

Tidak ada yang namanya “meningat masa lalu” secara murni: masa lalu selalu dibangun kembali! Sebagai psikiater dan penulis, Agusto Cury, dalam bukunya

“ Briliant Parents Fascinating Teachers”  mengatakan “ kita menghambat kecerdasan anak dan kenikmatan hidup dengan banjir informasi yang ditawarkan kepada mereka”.

Memori kita menjadi tempat penyimpanan informasi yang tidak berguna. Kebanyakan informasi yang kita pelajari tidak akan diatur dalam memori dan digunakan dalam aktivitas intelektual. Seorang tukang batu  menghabiskan seluruh  hidupnya untuk mengumpulkan batu guna membangun sebuah rumah.

Setelah membangunnya, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan tumpukan batu yang tersisa. Pengetahuan telah bertambah dan jumlah sekolah jauh berkembang, tetapi kita tidak menghasilkan pemikir besar. Kebanyakan orang muda-termasuk mahasiswa-mahasiswi sekarang ini – mengumpulkan kumpulan batu, tetapi membangun sangat sedikit ide cemerlang.

Tidak heran kalau mereka kehilangan kenikmatan belajar. Sekolah tidak menjadi tempat yang menyenangkan. Searah dengan hal ini, media menggoda mereka dengan rangsangan yang cepat dan siap sedia. Mereka mencintai makanan emosi siap saji, TV membawa remaja, tanpa mereka sedikitpun harus berusaha menuju game yang menyenangkan, mereka masuk dalam sebuah kancah peperangan, dan  ke dalam pertempuran polisi yang dramatis.

Apakah ada bahaya yang menimpa remaja dan anak-anak kita sekarang? Banjir rangsanga bekerja di fenomena alam bawa sadar. Bersama berjalannya waktu, anak dan remaja kehilangan kesenangan akan rangsangan kecial setiap hari. Kalau anak-anak lagi asyik dengan game di Hpnya, biar jemuran sudah basah karena hujan dia tetap asyik dengan permainannya.

  2.3. Kita Memberikan Informasi dan bukan Membentuk            

Kita memberikan informasi dan mentransfer pengetahuan kita kepada anak dan remaja dan tidak merangsang perkembangan fungsi kecerdasan, seperti memikirkan kecantikan, berpikir sebelum bertindak, mengemukakan dan bukan memaksa ide, mengatur pemikiran, mempunyai jiwa yang selalu ingin mencoba hal baru.

Kita memberikan informasi dan bukan membentuk kepribadian anak    dan remaja. Anak dan remaja tahu makin banyak tentang dunia tempat mereka berada, tetapi tidak hampir tidak tahu sama sekali teang dunia mereka.

Pendidikan tah menjadi kering, dingin, dan tanpa emosi sama sekali. Orang muda sering jarang tahu berterimakasih, , mengetahui keterbatasannya dan memahami perasaan orang lai. Apa hasilnya?            

Baca Juga  KEDUDUKAN KESAKSIAN TESTIMONIUM DE AUDITU DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DALAM KERANGKA PEMBAHARUAN HUKUM

Hampir kita tidak pernah mendengar bahwa anak-anak mengalami depresi. Saat ini, banyak anak dan remaja depresi dan tidak berkeinginan untuk hidup lagi. Jutaan anak muda menggunakan obat terlarang, merokok, minum mabuk.            

Kita harus mencampkan kalimat ini: Semakin buruk kualitas pendidikan, semakin penting fungsi psikiater dewasa ini. Apakah kita akan secara pasif menyaksikan pabrik obat penenang menjadi perusahaan terlaris pada abad ke-21 ini? Apakah yang kita lakukan untuk menghadapi masalah ini?

2.4. Mencari Orangtua yang hebat dan guru yang mengagumkan           

Kita harus mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah secara langsung. Kita perlu mengetahui cara kerja pikiran dan mengubah sejumlah pilar pendidikan. Banyak teori yang tidak bekerja lagi. Guru yang baik menjadi stress dan menghasilkan murid yang stress.

Makanya di Inggris orang tidak mau menjadi guru lagi, karena undang-undang pendidikan mewajibakn agar guru yang stress tidak diperkenanakan untuk mengajar.

Di Inggrsi 80% gurunya berada dalam situai stres dan di Argentina 90% guru berada dalam kondisi stres. Pasti di Negara kita ini pun guru-guru tidak luput dari  stres. Bukan saja guru akan tetapi banyak orangtua sudah tidak dapat memahami anaknya sendiri malah takut menghadapi anaknya.            

Krisis pendidikan memaksa kita untuk meraih keberbasilan menyelamatkan anak-anak kita. Orangtua harus mempunyai kebiasaan orangtua yang hebat untuk mengubah pendidikan. Guru harus menyatukan kebiasaan guru yang mengagumkan untuk bertindak secara efisien mengolah kepribadian anak didiknya.             Seorang pendidikan yang hebat bukanlah seorang manusia sempurna, tetapi seseorang yang mempunyai ketengan untuk mengosongkan diri dan mempunyai kepekaan untuk belajar.    

YESUS ADALAH SEORANG GURU YANG MENGAGUMKAN  

Yesus adalah seorang Guru yang sangat mengagumkan. Ia mengajar dan ia mengenal murid-murid-Nya dengan baik sekali, bahkan sampai apa yang dipikirkan oleh murid-Nya.

Seorang ibu numpang di mobil saya. Dai bercerita tentang uangnya yang hilang dan ditemukan kembali. Uangnya jatuh. Dia langsung tuduh suaminya ambil di saku celananya pada saat ibu itu mandi. Ketika ditanya suaminya langsung katakana tidak.

Beberapa menit kemudian ia temukan uang itu   di lantai. Ia bagikan pengalamannya begini, “waktu saya Tanya suami, saya langsung tahu bahwa dia tidak ambil. Kalau dia ambil uangku biar dia bohong bagaimanapun saya tetap pastikan bahwa ia yang mabil”.  

Saya kenal karakter suamiku. Ibu ini mengenal suaminya dengan baik. Sebenarnya guru-guru juga dapat mengenal murid-muridnya dengan baik kalau benar-benar ingin mengenal muridnya, bukan sekedar mengajar mereka.

Maka spitualitas guru hendaknya mengambil spiritualitas Yesus Guru yang mengagumkan, ia mengenal bukan saja pikiran akan teapi seluruh hidup murid-murid-Nya.

SUMBER

1.      Agusto Cury, Brilian Parents Fascinating Teacher, Penerbit Gramedia, Jakarta, 2007

2.      Predicamus, vol VIII No. 27, Juli September 2009

3.      Drs. Radno Harsanto. M.Si Pengelola Kelas yang Dinamis

Komentar