Refleksi Surat Gembala Prapaskah 2025 Sebuah Perspektif Filsafat Realistik

- Editorial Staff

Senin, 24 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oplus_131072

Oplus_131072

Refleksi Surat Gembala Prapaskah 2025
Sebuah Perspektif Filsafat Realistik – Oleh RD. Patris Allegro, M.Phil. (Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang)

Surat Gembala Uskup Keuskupan Agung Kupang (KAK) untuk Prapaskah 2025 membawa tema “Pertobatan Ekologis: Peziarah Pengharapan di Tahun Yobel 2025.” Dari sudut pandang filsafat realistik, yang menekankan keterarahan akal manusia kepada realitas objektif, kita dapat menganalisis surat ini dengan lebih mendalam.


  1. Prapaskah sebagai Perenungan tentang Kebenaran Realitas

Filsafat realistik, sebagaimana dikembangkan dalam tradisi Aristotelian-Thomistik, memahami realitas sebagai sesuatu yang objektif dan dapat diketahui akal budi manusia. Surat Gembala ini menegaskan bahwa masa Prapaskah bukan sekadar perayaan ritual, tetapi sebuah perjalanan untuk mengenali kebenaran hakiki tentang manusia, dosa, dan keselamatan.

IKLAN

pasang iklan anda di sini!

Dalam tradisi Thomisme, kebenaran adalah ada yang dipahami oleh akal (veritas est adaequatio rei et intellectus). Prapaskah adalah saat di mana manusia dipanggil untuk kembali kepada kebenaran dirinya:

Diri sebagai makhluk berdosa, namun terbuka pada rahmat Ilahi.

Diri sebagai peziarah yang memiliki tujuan eskatologis dalam Kristus.

Diri sebagai bagian dari tatanan ciptaan yang harus dihormati dan dijaga.

Kita dapat melihat bahwa ajakan pertobatan dalam Surat Gembala ini bukan hanya bersifat moralistik, tetapi sebuah ajakan untuk kembali kepada realitas fundamental manusia sebagai makhluk rasional yang diarahkan kepada summum bonum (kebaikan tertinggi), yaitu Allah.

Baca Juga  Peranan Guru Mengintegrasikan Pendidikan Nilai dalam Membangun Karakter Siswa

  1. Harapan: Kebajikan yang Berakar pada Keterarahan Diri kepada Finalitas

Dalam filsafat realistik, segala sesuatu memiliki tujuan akhir (telos), sebagaimana diajarkan oleh Aristoteles dan disempurnakan oleh Santo Thomas Aquinas. Surat Gembala ini menekankan bahwa Prapaskah adalah masa harapan yang bukan sekadar optimisme psikologis, tetapi merupakan keyakinan rasional yang berakar dalam keterarahan manusia kepada finalitasnya di dalam Tuhan.

Dalam Epistemologi Thomistik, harapan bukan sekadar perasaan, melainkan virtus (kebajikan) yang berakar dalam kehendak manusia yang digerakkan oleh akal.

Manusia adalah makhluk yang memiliki keterarahan teleologis (ordo ad finem). Harapan sejati bukanlah sekadar “keinginan” tetapi keterarahan menuju tujuan akhir, yaitu kesatuan dengan Allah.

Prapaskah, dalam kerangka ini, adalah latihan untuk mengarahkan kembali kehidupan manusia kepada realitas final ini.


  1. Asketisme Prapaskah dan Pembentukan Habitus

Surat Gembala menekankan tiga pilar Prapaskah: doa, puasa, dan amal. Dari sudut pandang realisme filosofis, tiga pilar ini adalah latihan pembentukan habitus dalam diri manusia.

Dalam pemikiran Aristotelian-Thomistik:

Doa membentuk habitus spekulatif, mengarahkan intelek kepada kebenaran tertinggi, yaitu Tuhan.

Puasa membentuk habitus praktis, menata kehendak dan nafsu agar sesuai dengan tatanan yang benar.

Amal membentuk habitus moral, melatih manusia dalam tindakan kasih sebagai perwujudan kebaikan.

Baca Juga  Analisis Makna Tuturan Lisan Natoni Masyarakat Dawan | Bagian 1

Ketiga praktik ini bukan hanya tindakan religius, tetapi pembentukan karakter dan disposisi batin agar manusia mampu hidup sesuai dengan realitas yang sejati.


  1. Pertobatan Ekologis: Kembali kepada Tatanan Realitas

Tema utama dalam surat ini adalah “Pertobatan Ekologis.” Dari perspektif filsafat realistik, ini bukan hanya tentang perbaikan lingkungan, tetapi pemulihan keteraturan dalam tatanan ciptaan.

Dalam metafisika Thomistik, alam memiliki ordo naturae—tatanan objektif yang mencerminkan kebijaksanaan ilahi. Manusia, sebagai Citra Allah, memiliki tugas menjaga tatanan ini, bukan mengeksploitasinya.

Krisis ekologi bukan sekadar masalah teknis, tetapi problem metafisik, karena manusia telah kehilangan kesadaran akan tempatnya dalam hierarki ciptaan.

Keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam adalah konsekuensi dari filsafat modern yang cenderung reduksionistik dan materialistik.

Pertobatan ekologis adalah pemulihan kembali kesadaran bahwa alam memiliki keterarahan teleologisnya sendiri yang harus dihormati.

Dalam konteks ini, seruan dalam Surat Gembala ini untuk “mengembalikan relasi yang benar dan harmoni dengan Tuhan, sesama, dan ciptaan” adalah panggilan untuk kembali kepada realitas objektif sebagaimana dikehendaki oleh Sang Pencipta.


  1. Budaya Kehidupan vs. Budaya Kematian dalam Perspektif Metafisika Eksistensial

Surat ini juga menyoroti tantangan budaya kematian: aborsi, euthanasia, bunuh diri, dan perdagangan manusia. Dari sudut pandang metafisika realistik, budaya kematian adalah konsekuensi dari kesalahan dalam memahami eksistensi manusia.

Baca Juga  Aku, Seorang Guru yang (Belum) Profesional

Dalam pemikiran Thomistik:

Hidup manusia memiliki actus essendi (tindakan keberadaan) yang berasal dari Tuhan, sehingga tidak boleh dimanipulasi atau dihilangkan secara sewenang-wenang.

Eksistensi manusia bukanlah hasil kebetulan (contingens), tetapi memiliki tujuan ilahi.

Budaya kematian adalah penyangkalan terhadap realitas objektif dari martabat manusia yang melekat dalam esensinya.

Maka, seruan untuk menolak budaya kematian bukan hanya berdasarkan etika normatif, tetapi merupakan pembelaan terhadap realitas objektif dari keberadaan manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai intrinsik.


  1. Kesimpulan: Prapaskah sebagai Peziarahan Menuju Kebenaran Objektif

Surat Gembala ini, bila dibaca dalam kerangka filsafat realistik, bukan sekadar ajakan religius, tetapi sebuah tuntunan bagi manusia untuk kembali kepada realitas objektif keberadaannya.

Manusia adalah peziarah yang memiliki tujuan akhir dalam Tuhan.

Harapan bukan sekadar emosi, tetapi keterarahan rasional kepada finalitas.

Puasa, doa, dan amal adalah latihan membentuk habitus agar hidup selaras dengan kebenaran.

Pertobatan ekologis adalah panggilan untuk kembali menghormati tatanan ciptaan.

Budaya kehidupan harus ditegakkan karena realitas manusia memiliki nilai intrinsik.

Dengan demikian, Prapaskah 2025 bukan hanya momentum spiritual, tetapi juga momen bagi manusia untuk mereorientasikan dirinya kepada kebenaran realitas objektif dalam terang kebijaksanaan ilahi.

“Veritas liberabit vos”—”Kebenaran akan membebaskan kamu” (Yoh 8:32).

Facebook Comments Box

Penulis : Rd. Patris Allegro

Editor : Del

Follow WhatsApp Channel matatimor.net untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

PERTRANSIIT BENEFACIENDO, AD VITAM AETERNAM
Mendidik APA ADANYA bukan ADA APANYA
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMKN Wini Melalui Perogram Baca 15 Menit
Antara CASIS AKPOL dan Pendidikan KITA, MARI BERKACA!
KEDUDUKAN KESAKSIAN TESTIMONIUM DE AUDITU DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DALAM KERANGKA PEMBAHARUAN HUKUM
2023 berakhir!
Mencegah Bola Liar Isu Pemotongan TPP Guru di Kabupaten Kupang (Catatan Redaksi)
Upaya Sederhana Meningkatkan Literasi di Fatuleu Barat

Berita Terkait

Sabtu, 5 April 2025 - 19:14

PERTRANSIIT BENEFACIENDO, AD VITAM AETERNAM

Senin, 24 Maret 2025 - 23:38

Refleksi Surat Gembala Prapaskah 2025 Sebuah Perspektif Filsafat Realistik

Jumat, 18 Oktober 2024 - 23:46

Mendidik APA ADANYA bukan ADA APANYA

Senin, 14 Oktober 2024 - 07:34

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMKN Wini Melalui Perogram Baca 15 Menit

Selasa, 9 Juli 2024 - 10:29

Antara CASIS AKPOL dan Pendidikan KITA, MARI BERKACA!

Berita Terbaru

Sumber : Vaticannews.va

BERITA

Kamis Putih : Paus Fransiskus Kunjungi Narapidana

Kamis, 17 Apr 2025 - 21:19

Renungan Jumat Agung Oleh RD. Leo Mali

RELIGI

Salib, Derita, dan Harapan | Renungan Jumat Agung

Kamis, 17 Apr 2025 - 20:52

RELIGI

Pesan Paskah 2025 Uskup Keuskupan Agung Kupang

Kamis, 17 Apr 2025 - 03:08

RELIGI

Homili Minggu Palma, 13 April 2025

Sabtu, 12 Apr 2025 - 10:48

OPINI

PERTRANSIIT BENEFACIENDO, AD VITAM AETERNAM

Sabtu, 5 Apr 2025 - 19:14

error: Content is protected !!