Bahasa Dawan (Uab Metô/Baikenu): Selayang Pandang
Oleh: Yohanes Manhitu ymanhitu@gmail.com, http://uabmeto.blogspot.com
Pengantar
Bahasa Dawan (Uab Metô) adalah bahasa Austronesia yang digunakan oleh
sekitar 600.000 penutur yang sebagian besar berdiam di bagian barat Pulau
Timor, yaitu di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kotamadya Kupang,
Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan [TTS], Timor Tengah Utara [TTU],
dan sebagian Kabupaten Belu) dan Distrik Oecusse-Ambeno (Timor-Leste),
tempat dialek ini disebut Baikenu walaupun penduduk setempat menyebutnya Uab Metô atau Molok Metô.
Berdasarkan pengamatan penulis, secara umum, para penutur bahasa Dawan yang berdiam di luar “Planet Uab Metô”, khususnya di Yogyakarta, masih bangga menggunakan bahasa mereka.
Bahasa dengan jumlah penutur yang cukup besar ini acapkali disebut
Meto, Uab Atoni Pah Meto, Uab Pah Meto, Timor, Timorese, Timol, Timoreesch, Timoreezen, Timor Dawan, atau Rawan (http://www.ethnologue.com).
Menurut sumber tersebut, bahasa Dawan memiliki dialek-dialek berikut:
Amfoan-Fatule’u-Amabi (Amfoan, Amfuang, Fatule’u, Amabi), Amanuban Amanatun (Amanuban, Amanubang, Amanatun), Mollo-Miomafo (Mollo, Miomafo), Biboki-Insana (Biboki, Insana), Ambenu (Ambeno, Vaikenu, Vaikino, Baikenu, Bikenu, Biqueno), Kusa-Manlea (Kusa, Manlea).
Bahasa Timor ini diklasifikan sebagaiAustronesian, Malayo-Polynesian, Central-Eastern, Central Malayo-Polynesian, Timor, Nuclear Timor, West.
Walaupun sumber di atas tidak menyebutkan bahasa penduduk Amarasi sebagai salah satu dialek Dawan (karena telah dinyatakan sebagai bahasa terpisah dan kerabat terdekat bahasa Dawan dengan nama alternatif Timor Amarasi),
Penulis, berdasarkan pengalaman sebagai penutur asli bahasa Dawan yang pernah berkontak dengan sejumlah penutur dialek Amarasi, sependapat dengan Tarno dkk. (Tata Bahasa Dawan, hal.1), yang menyebutkan bahasa Amarasi sebagai dialek integral bahasa Dawan, paling tidak untuk abad ini, begitu juga dengan dialek Kusa-Manlea yang pada tataran kosakata dan bunyimemiliki banyak kemiripan dengan dialek anak-cucu Naî Rasi.
Hal paling menonjol yang membedakan dialek Amarasi dengan dialek lainnya, selain dialek Kusa-Manlea, adalah huruf/bunyi r (bukan l) yang digunakan untuk sejumlah besar kata. Kata-kata seperti kolo (burung), laku (ubi), lasi (hal, perihal, perkara, bahasa), plenat (perintah, titah),sulat (surat, buku) dan kalu (kalau, jika) dalamDawan L masing-masing memiliki padanan kata koro, raku, rasi, prenat, surat dan karu dalam dialek Amarasi.
Jika http:// www.ethnologue.com menyebutkan dialek Kusa-Manlea sebagai salah satu dialek bahasa Dawan, maka sewajarnya dicakup juga dialek Amarasi, karena kemiripan kedua buah dialek tersebut.
Seseorang yang bukan pakar kebahasaan, namun memiliki hubungan komunikasi yang intens dengan para penutur dari kedua dialek tersebut, secara praksis akan mengetahui dan dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan kedua dialek ini.
Sekadar contoh, penggalan dariKitab Kejadian, pasal 11: 3 (dari Alkitab Online dalam dialek Amarasi) akan memberikan sedikit gambaran tentang kesatuan dialek Amarasi dan dialek-dialek Uab Metô lainnya.
(Dialek Amarasi): Hit taktutâ fatu naan ma traem sin tpaek ter. (Dialek lain): Hit taktutâ fatu nan(e) ma tlaem sin tpaek ter.
Secara umum dialek Amarasi, Kusa-Manlea, dan Noemuti (tidak sepenuhnya “r”) sering disebut bahasa Dawan R. Karena begitu beragamnya dialek bahasa Dawan, maka lambat-laun dialek-dialek tersebut dapat berkembang menjadi bahasa-bahasa terpisah, atau sengaja diberi nama terpisah, seperti yang terjadi pada dialek bahasa Dawan Oecusse-Ambeno, yang sudah lebih sering disebut bahasa Baikenu oleh sebagian orang.
Padahal nama tersebut masih asing di telinga para penutur Dawan sendiri. Namun terlepas dari segala macam nama yang diberikan oleh “para pembaptis”, orang-orang Dawan ( Atoni Pah Metô) sendiri pada umumnya masih tetap berpandangan bahwa mereka berbahasa yang satu, walaupun ada perbedaan di sana-sini pada bahasa mereka. Pada umumnya mereka menyebut bahasa mereka dengan salah satu dari nama-nama berikut: Uab Metô, Molok Metô, Lais-Metô, atau Rais-Metô.
Lalu, seperti Shakespeare, kita akan bertanya tentang apa artinya sederet nama yang berbeda jika kesatuan masih terasakan dalam perbedaan itu. Bukankah seseorang pun dapat saja menggunakan sederet alias (nama lain) dengan muatan yang berbeda?
Jadi, berdasarkan kenyataan ini, kita dapat berpendapat bahwa paraAtoni Pah Metô sudah lama menerapkan moto e pluribus unum (bhinneka tunggal ika) pada alat komunikasi mereka, yang juga menyandang nama Metô.
Dan kenyataan ini tidak jauh berbeda dari pengalaman bahasa Indonesia, atau bahasa Tetun di Timor-Leste, yang sampai saat ini masih memiliki banyak corak lafal, yang semuanya diterima sejauh hal itu tidak menciptakan suasana “Babel” baru.
Di era modern ini, dengan kemajuan yang pesat di bidang transportasi dan komunikasi, patutlah kita berharap agar jurang perbedaan komunikasi dalam bahasa Dawan akan semakin menyempit, namun tidak mengikis kekhasan setiap dialek yang ada.
Dan, demi memupuk rasa saling pengertian di antara para penutur dialek yang sangat beragam tersebut, perlu ditumbuhkan rasa hormat yang setara (karena semua dialek itu pada hakikatnya sederajat), dan bukan cibiran atau ejekan, kepada tiap-tiap dialek.
Perbendaharaan Kata
Bahasa Dawan menyerap banyak kosakata dari bahasa Portugis (lensu, meja, kapela, dll.), bahasa Belanda (voris, fanderen, forok, pakansi, dll.), bahasa Indonesia (guru, pegawi, kantor, dll.), dan bahasa Inggris ( modem, internet, blog, klik, dll.).
Pada umumnya dialek bahasa Dawan di bagian Indonesia (Nusa Tenggara Timur) menyerap banyak kosakata dari bahasa Indonesia, sedangkan di bagian Timor-Leste (Enklave Oecusse-Ambeno) menyerap dari bahasa Portugis.
Misalnya obrigadu/-a (terima kasih), sertidaun (surat keterangan), aosliar (pembantu, pesuruh), bispu (uskup), kantu (sudut, pojok), dll.
Perkembangan Kepustakaan
Dapat dikatakan bahwa bahasa Dawan baru memiliki bentuk tulis ketika
ada misionaris Katolik dan Protestan yang mulai giat menggunakannya
untuk menghasilkan bahan tulis, baik asli maupun terjemahan, seperti
buku ibadat, katekismus1, buku sembahyang dan buku puji-pujian dalam
rangka mengajarkan agama kepada para penduduk setempat, yang pada masa itu lebih banyak berbicara bahasa daerah.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada misionaris yang lain, patut dicantumkan tiga nama berikut ini, yakni Pdt. Pieter 1 Kitab pelajaran agama Kristen (dalam bentuk daftar tanya jawab), KBBI Edisi ke-2 hal. 453. Middelkoop (Belanda), P. Vincent Lechovic, SVD (Slovakia), dan P. Richard Daschbach, SVD (Amerika Serikat) yang, dengan cara mereka masing-masing, telah merintis penggunakan bahasa Dawan dalam bentuk tulis.
Beberapa bahan tulis lama tersebut di atas masih dapat ditemukan di kampung-kampung, tetapi sudah sangat langka. Agaknya kelangkaan ini disebabkan oleh kerusakan dan penerbitan yang terhenti. Dewasa ini tampaknya buku-buku jenis ini lebih banyak tersedia dalam bahasa-bahasa
resmi.
Diperlukan kesadaran yang tinggi dan kehendak baik untuk menggalakkan kembali penyediaan kepustakaan dalam bahasa ini guna mendukung upaya-upaya pelestariannya. Karena itu, kehadiran buku-buku, baik religius maupun sekuler, patut disambut dengan gembira.
Menurut informasi lisan yang diperoleh penulis, kini telah hadir dua buah karya terjemahan Alkitab dalam bahasa Dawan dialek TTS (Beno Alekot, Kabar Baik) dan Amarasi. Yang terakhir bahkan telah tersedia di situs internet. Tentu ini adalah kabar gembira dan pertanda baik bagi perkembangan kepustakaan Dawan.
Bunyi
Bahasa Dawan memiliki huruf-huruf vokal dan diftong berikut:a, E, e, i, u, o, O, dan ai. Konsonannya terdiri atas p, b, t, k, ?, f, s, h, l, m, dan n (Tarno dkk. hal. 149).
Berdasarkan pengamatan penulis, dengan masuknya sejumlah besar kata pungutan (di sini hanya diberikan satu contoh untuk setiap konsonan), muncul konsonan c (camat), d (desa), g (gaji), j (jati), r (radio), v (vitamin), w (wisuda), x (xilofon), y (Yahudi), dan z (zona). Untuk vokal e dan o, sebaiknya menggunakan simbol è dan ò, jika perlu.
Dan untuk menandai konsonan ? di akhir kata, penulis menggunakan aksen sirkumpleks (^) pada vokal di akhir kata; dan bila konsonan itu muncul di tengah kata, maka akan dilambangkan dengan tanda trema (¨) pada vokal kedua (baca bagian berikut).
Ejaan dan Aksen
Sejauh ini belum ada ejaan resmi bahasa Dawan yang ditetapkan melalui
sebuah kongres resmi, sebagaimana yang terjadi pada bahasa Jawa dll.
Memang telah ada ejaan yang digunakan dalam naskah-naskah terjemahan, tetapi belum ada keseragaman dalam penulisan. Dari segi bunyi, bahasa Dawan memiliki banyak tekanan pada kata-katanya. Untuk menandai tekanan-tekanan tersebut, biasanya digunakan apostrof (tanda petik), di depan, di tengah, atau di akhir kata.
Cara ini diterima, namun sebuah kata menjadi lebih panjang karena banyaknya apostrof yang digunakan. Jadi, untuk membuat kata itu lebih pendek dan lebih efisien, penggunaan aksenaksen tertentu (yang tersedia pada papan tuts komputer internasional) yang ditempatkan di atas kata yang diberi tekanan dipandang lebih sederhana dan lebih jelas. Sebagian
aksen ini digunakan pula dalam bahasa Prancis dan Portugis.
Akan tetapi, aksen-aksen yang sama dalam bahasa Dawan memiliki fungsi (untuk menandai bunyi) yang berbeda. Bandingkan contoh-contoh berikut ini:
1. Fun-ahunut i au uhakeb ume mese’.
= Fun-ahunut i au uhakeb ume mesê. Bulan lalu
saya membangun sebuah rumah.
2.
In a-nmui’ oto nua. In lof na’sos a’ nain es.
= In a-nmuî oto nua. In lof nâsosânain es.
Dia mempunyai dua buah mobil. Dia akan menjual salah satu.
3. A
u fe’ òm u ’ko kota
= Au fê òm ûko kota. Saya baru saja datang dari kota.
4. Ho tataf a’naete nato’. = Ho tataf ânaete nató’. Kakak sulungmu marah.
5. In olif akliko’ nahín. = In olif aklikô nahín. Adik bungsunya tahu.
6. Miun kle’o-kle’o! = Miun kleö-kleö! Minumlah sedikit demi sedikit!
7.
Li’ana’ i nah nèk pal u’
. =
Liänâ i nah nèk pal û. Anak ini makan dengan lahap.
Tekanan juga muncul di depan kata yang diawali dengan sebuah konsonan. Tekanan ini biasanya ditandai dengan apostrof pembuka („).
Contoh: Au ‘nao eu tasi he‘t
ifk
a
i
/
‘k
i
fk
ai ikâ
.
Saya pergi ke laut untuk menjala ikan. Sedangkan untuk membentuk gabungan kata (kata majemuk) dari suatu kata yang telah mengalami metatesis (pergeseran bunyi atau penggantian tempat bunyi dalam sebuah
kata) digunakan apostrof penuntup (‟).
Contoh: Sin esan uem’onen (dari ume [rumah] + onen [doa, sembahyang]). Mereka (berada) di rumah ibadat. Apabila sebuah kata yang bermetatesis diikuti oleh kata sifat (atau kata lain yang berfungsi sebagai kata sifat), maka, jika dipandang perlu, dua kata tersebut dapat dihubungkan dengan tanda hubung (-).
Meskipun demikian penggunaan tanda hubung ini tidak berarti kedua kata tersebut menjadi kata majemuk. Contoh: Sekau es natua uem-feü nae? Siapa yang menghuni rumah baru itu? Kata majemuk yang “utuh” dibentuk dari dua kata yang tidak mengalami pergeseran bunyi yang dirangkaikan dengan tanda hubung dan dimaksudkan untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan, atau untuk menciptakan arti baru. Contoh: ainaf-amaf ibu-bapak, kedua orangtua; olif-tataf bersaudara, sisi-‘makâ makanan, loli-laku umbi- umbian, dll.
Tata Bahasa
Seperti bahasa Indonesia, bahasa Dawan tidak memiliki kategori kata benda/nomina berdasarkan jenis kelamin kata/gender, misalnya maskulin (laki-laki) dan feminin (perempuan) dalam bahasa-bahasa turunan Latin pada umumnya dan maskulin (laki-laki), feminin (perempuan) dan neuter (banci) dalam bahasa Jerman. Untuk menunjukkan jenis kelamin manusia, perlu ditambahkan kata atoni atau mone untuk laki-laki, dan bifé atau feto untuk perempuan.
Misalnya, liän’atoni (anak laki-laki), anmone (putra, anak laki- laki), liänbifé, liänfeto (anak perempuan), anfeto (putri, anak perempuan). Dan untuk binatang/hewan, ditambahkan kata mone, keso, ataunai untuk jantan, dan ainaf, einaf,òpû untuk betina. Misalnya, faif-mone (babi jantan), bijae keso (sapi jantan), beb-ainaf (itik betina), dan maun-nai (ayam jantan). Penjamakan biasanya dilakukan dengan cara yang tampak tidak beraturan.
Misalnya, ume [rumah] menjadi uemnin atau uimnin [rumah-rumah], bifé [perempuan] menjadi bifénin [para perempuan/perempuan-perempuan].
Bentuk plural/jamak dalam bahasa Dawan dapat dibuat dengan menambahkan huruf -sin di akhir kata serapan utuh, terutama dari bahasa
Indonesia. Misalnya mahasiswa-sin [para mahasiswa] dan artis-sin [para artis].
Tetapi apabila kata benda itu diikuti sebuah kata sifat, maka penanda jamak muncul setelah itu dan melekat pada kata sifat. Misalnya mahasiswa ahíntin [para mahasiswa yang pandai] dan artis amnemtin [artis-artis yang datang].
Kata kerja bahasa Dawan berubah (dikonjugasikan) menurut subjek, tetapi
tidak berubah (dikonjugasikan) menurut kala (waktu) dan modus. Untuk
menunjukkan kapan suatu kegiatan terjadi, diperlukan penambahan
keterangan waktu, misalnya neno i(a) [hari ini], afi [kemarin], fini [tadi malam], nokâ [besok], fun-amnenat [bulan depan], dll. Misalnya kata kerja makan untuk orang ketiga tunggal adalah nah.
Secara lengkap perubahan itu digambarkan sebagai berikut:
Au uah : Saya makan
Ho muah : Engkau/kamu makan
In nah : Dia makan
Hit tah : Kita/Anda makan
Hai miah : Kami makan
H(e)i miah : Kamu/kalian makan
Sin nahan : Mereka makan
Struktur kalimat bahasa Dawan mirip dengan yang dimiliki bahasa Tetun
Prasa2.
Misalnya, (1) In lof nait buku ‘naek nua (Dawan),Nia sei foti livru boot rua (Tetun);Ia akan mengambil dua buah buku besar; (2) Hai he mnao on lele (Dawan), Ami atu bá (iha) to’os (Tetun); Kami mau pergi ke kebun.
Tetapi jika dikaji lebih jauh secara gramatikal, bahasa Dawan lebih sulit daripada bahasa Tetun.
Daftar Bacaan
Alkitab Bahasa Amarasi
Online
(http://www.e-alkitab.org/Amarasi/Conc/Root.htm) Amarasi, a language of Indonesia (Nusa Tenggara)
(http://www.ethnologue.com/14/show_language.asp
?code=AAZ) Ethnologue data from Ethnologue: Languages of the World,
14th Edition
(http://www.ethnologue.com)
Lechovic, Vincent, dan pembantu-pembantunya. Sulat Knino.
Percetakan Arnoldus Ende- Flores. 1966
Manhitu, Yohanes. Kamus Indonesia-Tetun, Tetun-Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2007
. Understanding Uab Meto (Dawan Language): A General Description
.
Tidak diterbitkan.
2 Nama lainnya adalah Tetun Dili. Awalnya bahasa ini digunakan di Dili,
Timor-Leste, dan sekitarnya.
Parera, ADM. Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor. Jakarta: PT.
Yanense Mitra Sejati
& Pustaka Sinar Harapan. 1994
Sa‟u (Sawu), Andreas Tefa. Di Bawah Naungan Gunung Mutis. Edisi
pertama. Ende, Flores: Penerbit NUSA INDAH. 2004
Schulte Nordholt, H.G. The Political System of the Atoni of Timor.
Den Haag. 1971
Tarno dkk. Tata Bahasa Dawan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992
The Uab Meto (Dawan Language) Website (http://www.uabmeto.cjb.net) Uab
Meto, a language of Indonesia (Nusa Tenggara)
(http://www.ethnologue.com/14/show_language.asp
?code=TMR)
Uab Metô: Molok Amonit Pah Timor. Blog Uab Metô ( http://uabmeto.blogspot.com)
—————————————————————————————————–
H
ak cipta©2007 oleh Yohanes Manhitu Hak cipta dilindungi Undang-undang
Yogyakarta, Desember 2007