Quo Vadis, Hudi Dan Kwaik Adat Orang Belu yang Kian Pudar

Hudi Dan Kwaik.
Hudi = pisang
Dan = sisir (pisang)
Kwaik = sulung
Secara harafiah, hudi dan kwaik diartikan sebagai sisir pisang pertama/sulung pada satu tandan.

Dalam adat dan budaya orang Belu secara umum yang mengenal sistem perkawinan Patrilineal/garis ayah, hudi dan kwaik dimaksudkan sebagai anak sulung yang dilahirkan oleh seorang anak wanita dalam keluarga yang telah dibelis putus atau dengan istilah orang Belu “Faen”
Anak sulung ini dimaksudkan sebagai pengganti ibu atau mengganti posisi ibu (si’a ahuk).

Apa pentingnya hudi dan kwaik ?
Sesuai kultur orang Belu, hal ini penting agar ketika ada acara atau prosesi adat di dalam suku ibunya (awal), Ialah yang dapat kembali berperan sebagai ina-ama untuk menunggu fetosawa-keluarga besar ayahnya.
Hudi dan kwaik ini, secara adat, level statusnya sama dengan ibunya dan saudara atau saudari ibunya.

Baca Juga  5 Hal Finansial Ini Wajib Anda Terapkan Saat Usia Kepala Tiga

Dalam praktiknya, hudi dan kwaik tidak terpaku pada istilahnya. Artinya, tidak mesti anak sulung.

Terkait pertanyaan pada topik, apakah tradisi ini masih dilakukan?
Secara umum, sudah jarang dilakukan,kendati ada beberapa keluarga yang masih mempertahankannya.
Mengapa demikian?
Hal ini dikarenakan tuntutan-tuntutan dalam pelaksanaan belis putus atau belis dalam atau faen kotu yang artinya belis putus yang makin sulit dipenuhi.

Baca Juga  Jelang Ulang Tahun Paroki, OMK Fatubenao Gelar Pameran Ekonomi Kreatif

Jika demikian? Apakah hudi dan kwaik masih relevan dilakukan?

Akhirnya, kembali pada pertanyaan, quo vadis hudi dan kwaik ?

Salam.
Ema kneter oan
Ema adat oan.

(bersambung)

Tinggalkan Balasan