Kotbah Minggu Biasa XXX, Oleh Rm. Chris Taus, Pr
(Sirakh 35:12-14,16-18 | Lukas 18:9-14)
Sudah dua minggu berturut-turut, Yesus terus mengajarkan dan mengingatkan kita tentang pentingnya berdoa.
Doa adalah napas hidup dan sumber kekuatan bagi seluruh karya Yesus. Hidup dan karya-Nya tidak dapat dipisahkan dari doa.
Itulah sebabnya, di tengah kesibukan-Nya setiap hari, Yesus selalu menyempatkan diri untuk mencari tempat yang sunyi guna berdoa — kadang sendirian, kadang bersama murid-murid-Nya.
Puncak doa Yesus tampak jelas di Taman Getsemani. Di sana, Ia berdoa dengan begitu mendalam hingga peluh-Nya seperti tetesan darah. Itulah momen ketika Yesus memulai penderitaan-Nya, dan melalui doa itu pula keselamatan kita dimulai.
Yesus bukan hanya mengajarkan kita untuk berdoa, tetapi juga meneguhkannya dengan teladan nyata. Karena pentingnya doa, Yesus terus mengingatkan para murid-Nya — dan juga kita, para pengikut-Nya — agar menjadi orang-orang pendoa.
Beberapa pengajaran Yesus tentang doa antara lain:
Ia mengajarkan Doa Bapa Kami, doa yang paling sempurna.
Ia mengingatkan agar kita berdoa di tempat tersembunyi, karena Bapa yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya.
Ia menasihati agar kita berdoa tanpa henti dan tidak jemu-jemu (Injil minggu lalu).
Dan dalam Injil minggu ini, Yesus mengajarkan tentang sikap hati dan batin yang benar ketika berdoa, melalui perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai yang sama-sama berdoa di Bait Allah.
Orang Farisi dikenal sebagai ahli agama yang sangat paham ajaran doa.
Sedangkan pemungut cukai dianggap pendosa publik, dijauhi dan direndahkan masyarakat.
Doa orang Farisi berbunyi:
“Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu karena aku tidak sama seperti orang lain — bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan seperti pemungut cukai ini. Aku berpuasa dua kali seminggu dan memberikan sepersepuluh dari penghasilanku.”
Secara kata-kata, doa ini tampak baik. Namun di baliknya tersembunyi kesombongan dan sikap menghakimi orang lain.
Sementara itu, pemungut cukai hanya berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah, sambil menundukkan kepala dan berdoa dengan penuh penyesalan:
“Ya Allah, kasihanilah aku, orang berdosa ini.”
Yesus menegaskan bahwa pemungut cukai inilah yang pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah, bukan orang Farisi.
Kitab Putra Sirakh juga menegaskan bahwa Allah adalah Hakim yang adil. Ia mendengarkan doa semua orang, terutama doa mereka yang tertindas, yatim piatu, janda, dan orang miskin.
“Doa orang miskin menembus awan.”
Pesan Iman
Sebagai pengikut Kristus, marilah kita menjadi pribadi yang pendoa.
Jangan biarkan satu hari pun berlalu tanpa doa, terutama Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus sendiri.
Ketika kita berdoa dengan hati yang rendah, menundukkan kepala, dan mengakui diri sebagai orang berdosa, kita membuka hati bagi belas kasih dan pengampunan Allah.
Seperti pemungut cukai, mari kita berdoa dengan tulus:
“Ya Allah, kasihanilah aku, orang berdosa ini.”
Amin.








