OLEH
Dra, YAYUK E. Y. HARDANIARI, MT.
A. PENDAHULUAN
SEBUAH ILUSTRASI DIAMBIL DARI SEBUAH BERITA KORAN
Komite Sekolah bersama-sama dengan Kepala Sekolah dan Dewan Guru berinisiatif untuk mengadakan rapat pleno Wali Murid, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama. Dalam rapat tersebut muncul ide dan gagasan untuk membuat SDN 1 Majujaya bisa bersaing dengan sekolah-sekolah favorit. Hasil dari rapat tersebut kemudian dibuat skala prioritas secara bersama-sama sesuai dengan kemampuan yang ada.Dua hal yang sudah direalisasikan oleh Komite Sekolah untuk membenahi fasilitas sekolah sesuai dengan permintaan masyarakat adalah 1) Membangun tempat ibadah di sekolah dengan sumber dana murni dari masyarakat dengan total biaya sekitar Rp 17.500.000; 2) Mendirikan sekolah setingkat TK untuk memfasilitasi anak-anak sekitar sekolah yang belum cukup umur masuk SD (sebelumnya anak-anak sekitar sekolah harus berjalan ± 2 kilometer untuk mendapatkan pendidikan setara dengan TK). Untuk sementara gedung TK Majujaya ini menggunakan aula Balai Kelurahan Majujaya yang letaknya satu komplek dengan SDN 1 Majujaya. Sedangkan gaji Guru TK didanai oleh sumbangan sukarela dari masyarakat sekitar. Alumni dari TK Majujaya ini bisa mendaftar langsung di SDN 1 Majujaya. Sekarang fasilitas SDN 1 Majujaya tidak kalah dengan SD-SD perkotaaan.
Ilustrasi di atas merupakan sebuah program sekolah bersama dengan masyarakat untuk memanfaatkan potensi masyarakat secara maksimal untuk mendukung terwujudnya sekolah efektif. Partisipasi masyarakat dalam memajukan pendidikan di Kelurahan Majujaya tersebut dalam bentuk peningkatan fasilitas, SDM, finansial maupun semangat dan motivasi yang sangat berharga dalam
keberlangsungan program. Namun dalam berita tersebut belum memunculkan siapakah yang mempunyai inisiatif?, siapa yang mengendalikan dan mengambil keputusan?, siapa yang mendapatkan manfaat dari partisipasi masyarakat tersebut? ”apakah laki-laki atau perempuan sama-sama berpartisipasi secara seimbang?”
Pengertian PSM responsif gender adalah keterlibatan masyarakat secara seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, peran dan tanggung jawabnya, serta partisipasinya dalam fungsi kontrol dan pengambilan keputusan serta keduanya dapat menerima manfaat secara adil. Masyarakat yang dimaksud adalah terdiri dari orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar sekolah, dunia usaha dan dunia industri dengan dalam mendukung kegiatan sekolah.(IAPBE, 2007)
B. JENIS DAN KLASIFIKASI PERAN SERTA MASYARAKAT (PSM)
Jenis dan tingkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 7 tingkatan, yang dimulai dari tingkat terendah ke tingkat yang lebih tinggi. Tingkatan tersebut terinci sebagai berikut:
1. Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis PSM ini adalah jenis yang paling umum. Masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah dengan memasukkan anak ke sekolah.
2. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada PSM jenis ini, masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, dan/atau tenaga.
3. Peran serta secara pasif. Artinya, menyetujui dan menerima apa yang diputuskan oleh pihak sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar orangtua membayar iuran bagi anaknya yang bersekolah dan orangtua menerima keputusan tersebut dengan mematuhinya.
4. Peran serta melalui adanya konsultasi. Orangtua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami anaknya.
5. Peran serta dalam pelayanan. Orangtua/masyarakat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orangtua ikut membantu sekolah ketika ada studi tour, kegiatan pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.
6. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan/dilimpahkan. Misalnya, sekolah meminta orangtua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, masalah gender, gizi, dsb. Dapat juga berpartisipasi dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar
sekolah siap menampungnya, menjadi nara sumber, guru bantu, dsb.
7. Peran serta dalam pengambilan keputusan.Orangtua/masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan (baik akademis maupun non akademis) dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana pengembangan sekolah.
Seluruh aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam mendukung kegiatan sekolah perlu diperhatikan indikator kesetaraan gender yaitu laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki akses, peran dan tanggung jawab, kontrol dan manfaat sehingga kemajuan sekolah menjadi tanggung jawab bersama tanpa ada yang termarjinalkan dalam memberikan kontribusinya di sekolah. IAPBE mengklasifikasikan peran serta masyarakat berdasarkan kebutuhan yaitu peningkatan kesadaran masyarakat untuk membantu sekolah, interrelasi sekolah dengan masyarakat dalam mengakses informasi (menyampaikan dan mendapatkan informasi), dan terlibat dalam melakukan perubahan-perubahan di sekolah agar semakin menunjukkan kemajuan yang signifikan. Beberapa contoh berdasarkan klasifikasi tersebut adalah:
C. KOMITE SEKOLAH RESPONSIF GENDER
Komite Sekolah responsif gender adalah badan mandiri dalam rangka pelaksanaan otonomi pendidikan sebagai salah satu bagian dari otonomi daerah, maka untuk meningkatkan peran serta masyarakat di bidang pendidikan, diperlukan suatu wadah yang dapat mengakomodasikan pandangan, aspirasi dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin terciptanya demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas pendidikan. Salah satu wadah tersebut adalah dewan pendidikan di
tingkat Kabupaten/
Kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan.
Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ini telah mengacu kepada undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Progam Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, dan sebagai implementasi dari undang-undang tersebut telah diterbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Komite sekolah dibentuk di setiap sekolah sebagai hasil dari SK Menteri No. 202 untuk desentralisasi. Komite diharapkan bekerjasama dengan kepala sekolah sebagai mitra untuk mengembangkan kualitas sekolah dengan menggunakan konsep manajemen berbasis sekolah dan masyarakat yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
Undang-undang pendidikan bulan Juni 2003 (pasal 56) memberikan kepada komite sekolah dan madrasah peran untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan melalui: (i) nasihat; (ii) pengarahan; (iii) bantuan personalia, material, dan fasilitas; maupun (iv) pengawasan pendidikan.
Salah satu pilar mewujudkan MBS responsif gender adalah peran serta masyarakat yang diorganisir secara sistemik dan mempunyai mekanisme kerja yang pasti. Untuk itu salah satu bentuk peran serta masyarakat yang diharapkan dapat mewakili kepentingan laki-laki dan perempuan adalah keberadaan Komite Sekolah responsif gender. Sejumlah masalah yang menyebabkan peningkatan mutu pendidikan belum berjalan secara maksimal, serta beberapa masalah yang menjadi sebab-sebab mengapa otonomi pendidikan sangat penting dan perlu.
Untuk mengidentifikasi masalah tersebut dapat diperhatikan kondisi sebagai berikut:
1. Perencanaan kegiatan sekolah belum menunjukkan dukungan masyarakat yang dapat mengakomodir kebutuhan laki-laki dan perempuan dalam lingkup sekolah.
2. Akuntabilitas sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat masih sangat rendah, terutama perempuan cenderung mengambil posisi marjinal.
3. Pengguna sumber daya tidak optimal, rendahnya anggaran pendidikan merupakan kendala yang besar, sementara banyak perempuan yang mampu melakukan tetapi akses dan partisipasinya sangat rendah.
4. Partisipasi perempuan dalam memperoleh dan memberikan informasi tentang kemajuan belajar anak masih rendah.
5. Sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannnya terutama terjadinya pergeseran peran gender di masyarakat, misalnya hambatan budaya pada peran gender bagi perempuan pelaku pendidikan dapat diatasi melalui pemberian kebijakan bersama antara sekolah dan masyarakat.
D. BAGAIMANAKAH STRATEGI MENGINTEGRASIKAN KESETARAAN GENDER DALAM KOMITE SEKOLAH?
1. Melalui Tujuan
Contoh:
Perempuan dan laki-laki ditegaskan pada tujuan Komite Sekolah, misalnya: “Tujuan Komite Sekolah adalah mewadahi dan meningkatkan partisipasi para pemangku kepentingan pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta merumuskan, menetapkan, melaksanakan dan memonitoring pelaksanaan
kebijakan sekolah dan pertanggungjawaban yang terfokus pada kualitas pelayanan terhadap peserta didik secara proporsional dan terbuka dengan memperhatikan keseimbangan partisipasi laki-laki dan perempuan.
2. Melalui Tugas Pokok dan Fungsi
Contoh :
1. Menyelenggarakan rapat-rapat komite sesuai program yang ditetapkan
2. Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan visi dan misi, standar pembelajaran, rencana strategi pengembangan sekolah, dan rencana program tahunan serta mengembangkan potensi ke arah prestasi unggulan.
3. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan.
4. Menghimpun, menggali dan mengelola sumber dana dan kontribusi lainnya baik materi maupun non materi dari masyarakat.
5. Dalam melaksanakan tugas pokok Komite Sekolah (nomor 1,2,3,4) ini perlu memperhatikan keseimbangan gender sehingga laki-laki dan perempuan memiliki akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dari hasil kegiatan Komite Sekolah.
3. Melalui Fungsi
Contoh:
1. Mengevaluasi program sekolah secara proporsional
2. Mengidentifikasi masalah serta mencari solusinya
3. Memberikan motivasi dan penghargaan, serta otonomi professional kepada staf pengajar.
4. Memantau kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah
5. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program.
6. Menyampaikan usul/rekomendasi kepada pemda untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.
7. Keenam fungsi tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan gender sehingga laki-laki dan perempuan memiliki akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dari hasil kegiatan Komite Sekolah.
4. Melalui Struktur Organisasi
1. Menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan dalam struktur organisasi.
2. Menempatkan laki-laki dan perempuan dengan menghindari gender stereotipe, sehingga tidak selamanya ketua selalu laki-laki dan selalu perempuan.
Bandingkan :
Struktur organisasi Komite Sekolah Bias gender dengan Komite Sekolah
Responsif gender:
Dari bagan terlihat bahwa Struktur organisasi ketiga sensitif gender. Hal ini menunjukkan pentingnya perempuan terlibat pada komite sekolah. Dengan maksud agar peningkatan mutu, pemerataan pendidikan , efisiensi pengelolaan dan demokratisasi pendidikan dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi perempuan dengan laki-laki secara seimbang.
Selain itu agar fungsi komite sekolah yang meliputi kerja sama, menampung aspirasi, partisipasi masyarakat, penggalangan dana, monitoring dan evaluasi, rekomendasi kebijakan terkait dengan keterlibatan perempuan dan laki-laki secara profesional.
E. INTERAKSI GURU DAN ORANG TUA
Untuk lebih menjamin partisipasi sekolah yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, menurunnya angka putus sekolah, dan tumbuhnya prestasi yang seimbang antara siswa laki-laki dan perempuan , maka dibutuhkan interaksi yang sehat antara sekolah dan guru dengan orang tua atau keluarga peserta didik.
Seorang guru diharapkan harus mampu melakukan hubungan yang yang efektif dengan orang tua untuk lebih menjamin keberhasilan belajar siswa. Komunikasi guru dan orang tua sangat dibutuhkan untuk lebih memamahi peserta didik termasuk kebutuhan-kebutuhan khusus yang mungkin diperlukan, salah satu bentuk komunikasi guru dan orang tua adalah melaksanaan kunjungan ke rumah agar guru memahami kondisi anak didik di rumah dan mengupayakan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian agar kebutuhan peserta didiknya terpenuhi.
Sementara itu keterlibatan orang tua disekolah dapat dilakukan dengan :
1. Berusaha sebanyak mungkin mengenal guru dan tenaga kependidikan di sekolah.
2. Mengikuti pertemuan orang tua di sekolah
3. Mengunjungi kelas untuk melihat perilaku anak, berinteraksi dengan guru dan iswa
4. Mngupayakan untuk dapat terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.
5. Mengikuti kegiatan yang diadakan di sekolah
F. KESIMPULAN
Peran serta Masyarakat yang responsif gender adalah keterlibatan masyarakat secara seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, peran dan tanggung jawabnya, serta partisipasinya dalam fungsi kontrol dan pengambilan keputusan serta keduanya dapat menerima manfaat secara adil. Masyarakat yang dimaksud adalah terdiri dari orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar sekolah, dunia usaha dan dunia industri dengan dalam mendukung kegiatan sekolah. Jenis dan tingkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan :
Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga, peran serta melalui adanya konsultasi,Peran serta dalam pelayanan.,Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan/dilimpahkan.Peran serta dalam pengambilan keputusan.
Komite Sekolah responsif gender adalah badan mandiri dalam rangka pelaksanaan otonomi pendidikan sebagai salah satu bagian dari otonomi daerah, maka untuk meningkatkan peran serta masyarakat di bidang pendidikan, diperlukan suatu wadah yang dapat mengakomodasikan pandangan, aspirasi dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin terciptanya demokratisasi, transparasi, dan akuntabilitas pendidikan.
Untuk lebih menjamin partisipasi sekolah yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, menurunnya angka putus sekolah, dan tumbuhnya prestasi yang seimbang antara siswa laki-laki dan perempuan , maka dibutuhkan interaksi yang sehat antara sekolah dan guru dengan orang tua atau keluarga peserta didik.
***Makalah ini Disajikan Dalam Rangka Kegiatan Pelatihan Penggunaan Bahan Ajar Responsif Gender Tingkat Prov. NTT
Kupang, 13 sd 15 April 2011
Dilihat : 87