Setiap dari kita pasti pernah mengalami sakit — entah ringan maupun berat.
Sakit memang pengalaman yang tidak menyenangkan. Tak ada seorang pun yang mau sakit, tapi kita juga tidak bisa menghindarinya. Kadang kita justru makin tertekan dan stres ketika sakit membuat kita harus dijauhkan dari pergaulan, bahkan diasingkan dari lingkungan tertentu.
Kita ingat bagaimana pada masa pandemi COVID-19, atau bagi penderita penyakit seperti TBC, AIDS, Hepatitis, dan Kusta (Lepra), mereka sering dijauhi bahkan dikucilkan.
Hari ini, mari kita fokus pada kisah Injil tentang penyembuhan sepuluh orang kusta.
Kusta sebenarnya bukan penyakit yang terlalu mematikan, tetapi dianggap menjijikkan dan menakutkan, karena perlahan merusak daging tubuh manusia.
Bagi orang Yahudi, penyakit kusta dipandang sebagai kutukan akibat dosa. Karena itu, penderita kusta dianggap orang berdosa yang harus dijauhkan dari lingkungan sosial dan tidak boleh ikut dalam ibadah. Jika seseorang telah sembuh (“tahir”), ia harus melapor kepada imam agar diizinkan kembali bergabung dalam masyarakat dan beribadah.
Bayangkan betapa tersiksanya hidup orang-orang yang menderita kusta pada masa itu.
Pertemuan dengan Yesus
Dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem, Yesus melewati perbatasan Samaria dan Galilea. Di sana Ia bertemu dengan sepuluh orang kusta yang diasingkan dari masyarakat.
Di antara mereka ada seorang Samaria — orang asing — sementara sembilan lainnya adalah orang Yahudi, umat bangsa terpilih.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Yahudi tidak boleh bergaul dengan orang Samaria (kita ingat kisah Yesus dan perempuan Samaria di sumur Yakub). Jadi, orang kusta Samaria ini mengalami pengucilan ganda: pertama karena ia orang Samaria, kedua karena ia menderita kusta.
Melihat keadaan mereka, Yesus tergerak oleh belas kasih.
Dengan kuasa firman-Nya saja, tanpa menyentuh mereka, Yesus berkata:
“Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam.”
Dan di tengah perjalanan, mereka semua menjadi tahir — sembuh total!
Satu yang Kembali
Namun dari sepuluh orang yang sembuh, hanya satu yang kembali kepada Yesus.
Dialah orang Samaria itu. Dengan suara nyaring ia memuji Allah, bersujud di depan kaki Yesus, dan mengucapkan terima kasih.
Sedangkan sembilan orang lainnya — yang orang Yahudi — tidak kembali. Mungkin mereka terlalu senang karena sudah sembuh, atau sibuk pergi melapor kepada imam, hingga lupa kepada Pribadi yang telah menyembuhkan mereka.
Maka Yesus bertanya:
“Bukankah sepuluh orang telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan itu?
Tidak adakah yang kembali untuk memuji Allah selain orang asing ini?”
Lalu Yesus berkata kepadanya:
“Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Makna dan Pesan Iman
Yesus menegaskan bahwa rahmat dan belas kasih Allah diberikan kepada semua orang, tanpa memandang suku, bangsa, atau latar belakang. Kasih Allah melampaui batas-batas manusia.
Kita juga diingatkan lewat kisah Naaman, panglima Raja Aram yang bukan orang Israel. Ia datang kepada nabi Elisa memohon kesembuhan dari kustanya. Nabi Elisa hanya menyuruhnya mandi di Sungai Yordan tujuh kali, dan ia pun sembuh. Naaman pun kembali dengan hati penuh syukur, mempersembahkan korban kepada Allah.
Pesan untuk Kita Hari Ini
- Rahmat dan belas kasih Allah diperuntukkan bagi semua orang.
Allah tidak mengutuk siapa pun. Kasih-Nya tidak terbatas. - Jangan hanya sibuk menikmati pemberian Tuhan, tapi ingatlah Sang Pemberi.
Ketika doa kita dikabulkan, datanglah kepada Tuhan untuk bersyukur — dengan doa, pujian, dan persembahan hidup kita.
Bacaan Minggu Biasa ke-28:
1 Raja-Raja 5:14–17
Lukas 17:11–19








