TIDAK HABIS DISKUSIKAN PERTIKAIAN YANG MENELAN NYAWA

OPINI91 Dilihat
Dr. Aksi Sinurat,SH.,M.H.
Dosen FH & PPs Ilmu Hukum Undana Kupang

Sebut saja korban selalu berupaya membalas dengan keinginannya akibat telah diserang secara membabi-buta oleh pelaku. Hal ini ada di lingkungan masyarakat Indonesia, sehingga kemudian ada istilah potensi konflik. Sebut potensi konflik apabila belum dikelola untuk dikendalikan menjadi “menajemen penyelesaian konflik”. Yang terjadi mengamankan dan menertibkan, semuanya hanya untuk sementara sebab ada kalimat “nyawa melayang maka tidak bisa dibayar dengan apapun kecuali nyawa pelaku atau keluarga pelaku juga ikutan melayang”.

Pihak keamanan seperti polisi, termasuk polisi pamong praja yang bertugas dalam mengamankan dan menertibkan lingkungan masyarakat telah mengorganisir warga masyarakat untuk ikut tertibat dalam hal pengamanan dan penertiban, namun belum juga kunjung selesai. Persoalan mendasar ada pada mental manusianya misalnya kalau masyarakat tidak mau untuk terlibat secara patuh untuk menjaga keamanan dan ketertiban maka bentrok fisik dan menelan korban juga tidak akan selesai. Hal ini pun kalau pihak kepolisian hanya mengamankan dan menertibkan dengan cara untuk menyerap anggaran negara maka konflik tidak akan selesai. Semuanya kembali pada mental manusianya.

Potensi bentrok konflik berlabel komunitas

Sering kali dan berulang kali terjadi konflik yang menelan korban apabila warga masyarakat dikumpulkan berdasarkan suku, agama, asal usul bahkan asal daerahnya. Misalkan yang sering terjadi di Kelurahan Oesapa dan Kelurahan Lasiana Kota Kupang. Ada sejumlah label yang melekat akibat warga masyarakat seperti mahasiswa dikumpulkan dalam satu asrama maka konflik itu tidak akan selesai. Sehingga selalu ada saran untuk membubarkan kelompok orang berdasarkan asal daerah atau sukunya. Sehingga sekalipun Pemda yang ingin menolong warganya dengan mendirikan asrama maka wajib melakukan bisnis semata sehingga tidak membiarkan potensi konflik berlabel komunitas.

Sejak paska jajak pendapat di negara Timor Leste maka berdampak pada adanya komunitas warga baru yang bermukim di wilayah Kabupaten Kupang. Bertahun-tahun mereka dibina oleh pemerintah dan sejumlah lembaga sosial kemasyarakatan namun belum juga diselesaikan untuk menentukan derajat kehidupan mereka kembali stabil sebagaimana diharapkan. Jalan keluar yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah bukan mengendalikan konflik namun menghidupkan konflik yang selalu meledak disaat situasi dan kondisi pergaulan secara kelompok. Tentu ini juga merupakan mengelompokan orang sesuai asal usulnya sehingga selalu saja ada bentrok fisik dan menelan korban yang tidak pernah selesai. Mungkin kalau pemerintah mau bijak maka harus pisahkan orang untuk tidak dikumpulkan dalam asal-usulnya terutama menduduki daerah baru.
Diskusi tentang situasi alam yang membawa malapetaka

Baca Juga  The People of TIMOR : The Linguistic Evidence

Dalam kehidupan modern tentu kita selaku insan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu diliputi dengan pemikiran yang transendental. Hal ini terjadi akibat beberapa hari belakangan ini NTT di hantam oleh angin kencang dan ombak besar di wilayah NTT dan wilayah di pesisr pantai. Ada orang tua yang menasehati anak-anaknya agar tidak boleh jalan-jalan sebab akibat angin kencang dan ombak besar ini akan membawa malapetaka, misalnya ada pohon tumbang, kapal tenggelam, rumah terbakar, orang tergelincir dan celaka bahkan bisa ada pertikaian yang menelan korban, dan lain sebagainya.

Semuanya menjadi nasehat di meja makan rumah tangga, apabila ini dilakukan terus-menerus maka secara akal sehat pun menjadi bagian dari membina kehidupan keluarga dalam lingkup rumah tangga agar tidak serta merta mengikuti ajakan yang orang lain terutama untuk menjaga anak-anaknya untuk tidak bergaul yang mengancam kehidupan anggota keluarganya, sebab yang terpenting harus keselamatan nyawa mereka dari segala situasi alam dan konflik dalam masyarakat.

Alam membentuk watak manusia untuk taat dan tidak boleh mengambil resiko terutama mengancam kehidupan manusia. Tentu hal ini dipandang baik sebab secara antroposentrisme, paham ini menghendaki agar manusia selalu taat kepada proses alam sebab semuanya untuk mendatangkan kehidupan yang baik bagi manusia, namun bisa berakibat buruk bagi kehidupan manusia itu sendiri. Sebab andaikan orang diterpa suatu musibah hanya karena situasi alam maka manusia tidak akan mempersalahkan alam sebab manusia yang harus taat dan berupaya untuk menghidari situasi alam yang juga berresiko bagi keselamatannya.

Baca Juga  Sebuah Refleksi Tentang Seleksi CPNS 2018

Perlu mengakhiri diskusi tentang pertikaian yang menelan nyawa

Pemerintah harus sadar untuk segera mengambil langkah secara bijaksana untuk menghindari konflik yang berdampak pada pertikaian dan menelang nyawa. Misalnya tidak boleh menggabungkan orang yang bermukim untuk sementara atas dasar asal usul misalnya komunitas warga baru, asrama mahasiswa atau yang sejenisnya. Apabila bisa dikenalikan dengan suatu aktivitas nyata akibat hobi atau bakat serta minat dan kegemaran maka harus juga dipilah sehingga bukan untuk adu fisik yang menelan nyawa, tetapi lebih kepada membina mentalnya agar mengdindari bentrok fisik.

Aparat keamanan seperti polisi, tentara, atau polisi pamong praja harus bekerja dengan menghindari upaya pengendalian masalah ketertiban dan keamanan dengan label penyerapan anggaran, seolah kalau tidak ada konflik maka tidak ada anggaran yang diserap. Maka hal itu membiarkan konflik itu terus terjadi sehingga ada proyek kamtibmas, sementara masih banyak cara-cara yang mestinya dilakukan guna penyerapan anggaran misalnya membina masyarakat agar kembangkan hidup tentram dan damai. Tentu harus beradaptasi dengan perubahan soaial kemasyarakatan yang ada sehingga dapat berkinerja secara baik dalam melakukan tugas pengamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

Bentuknya penyerapan aggaran untuk masalah kamtibmas itu sederhana misalnya dengan adanya program pembangunan dari desa, dimana pemerintah pusat telah mentranfer dana ratusan juta bahkan milyaran rupiah ke desa untuk membangkitkan masyarakat desa keluar dari masalah kemiskinan. Hal itu perlu ditunjang dengan pengamanan yang baik agar dana itu betul-betul untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Warga masyarakat tentu harus disibukan dengan berbagai program keunggulan agar senantiasa menghindari konflik yang berdampak pada masalah kamtibmas.

Baca Juga  Spiritualitas Guru Katolik

Pembinaan rumah tangga sebagai solusi menjawab kepanikan konflik

Wajarlah kalau dari pemerintah telah membentuk devsisi atau deputi pendidikan keluarga dalam Kementerian Pendidikan Nasional, sebab kalau mau objektif maka program itu harus nyata mulai dari bagaimana menciptakan suana rumah tangga sebagai tempat dimana terjadinya interaksi dalam hal pendidikan informal yang tentu akan berdampak bagi pembangunan karakter manusia agar memelihara hal-hal yang dipandang beraklak mulia dan amanah bagi kehidupan manusia.

Salah satu cara untuk mengendalikan anggota rumah tangga yang terlibat dalam masalah kamtibmas tentu harus diawali dari kehidupan rumah tangga. Rumah tangga menjadi tempat pertama untuk mengenal hal yang baik dan menghindari hal yang buruk yakni dengan saling memotivasi dan membina segala perilaku agar tidak menjadi contoh buruk dalam kehidupan masyarakat. Misalnya anggota keluarga diutus untuk mengikuti layanan pendidikan pun harus memiliki kesadaran untuk menjaga harga diri keluarga dan martabatnya, bahkan men

jaga harga diri komunitas kelompoknya ketika berada dimanapun dia berada. Hal itu penting untuk dijadikan dalam lingkup kehidupan sosial, sebanyak hal ditemukan bahwa semakin tinggi anggota keluarganya terdidik namun belum tentu akan memiliki nilai dalam menjaga harkat dan martabatnya selaku anggota keluarga dan masyarakat.

Pihak keamanan selaku abdi negara tentu harus mencontohkan segala kelakuannya dari dalam rumah tangga yang dipandang telah terbina agar segala tindakannya pun harus menjadi inspirasi bagi pembangunan negara dan bangsa. Indonesia memiliki karakter sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang tentu apabila dipahaminya dalam konteks pengabdian maka harus pula menjadi inspirasi nilai yang dapat menjembatani masalah kecerdasan secara  intelktual dan emosional serta spiritual.

Komentar