Drama Satu Babak Oleh Prisco Virgo
01. HIEREUS
Eva, Eva! Aku telah menangkap jejakmu di atas tangisan ini.
Kini engkau boleh berteriak tentang pintu taman yang dipagari nyala dan pedang.
Kini engkau boleh merintih karena lukamu sendiri pedih.
Tetapi “bayi” yang tengah kita pertengkarkan ini
akan mempermalukan dirimu sendiri.
Eva, semuanya telah terbelah!
02. GUERILLA
Sejak kapan engkau menghukum aku sebagai Eva?
Dan sejak kapan engkau menemukan aku dalam keadaan berpeluh air mata?
Aku belum pernah menangis selama hidup.
Air mata tidak pernah menyelesaikan persoalan.
Apalagi di dunia manusia ini, menangis itu pura-pura.
03. HIEREUS
Aku kira sejak perkelahian kita yang terakhir, kau harus kusebut demikian.
Sedangkan “bayi” kita itulah tangisanmu yang pertama.
Aku harap engkau tidak menipu diri, sebab itu berarti bencana.
04. GUERILLA
Hatiku akan selalu tertusuk bila engkau terus menerus kembali
ke kata “Bencana” itu. Sudah kukatakan padamu, bukan?
Aku tidak mau supaya kaumku menderita seterusnya.
Menderita oleh “penjara purba” yang telah meracuni kepalamu
dan kaummu, kaum borjuis, lintah darat. Aku telah berjuang.
Aku telah memasang dadaku sebagai tebusan terakhir.
Hargailah korbanku.
05. HIEREUS
Engkau boleh berjuang, bahkan boleh bersumpah untuk minum darahmu sendiri.
Tapi kodrat tidak mungkin engkau perjuangkan.
Kodrat tidak mungkin engkau telan begitu saja.
Aku harap engkau lebih tidak tertusuk lagi, bila aku harus menyebut kodratmu
sebagai bencana alam paling dahsyat dalam kehidupan ini.
06. GUERILLA
Bukan kodrat. Bukan pula takdir.
Tapi penjara yang dilembagakan oleh ketidakadilan para
benalu yang menyebut diri Kelamin Pertama.
Maka betapa gilanya bila kau menyamakan privasi itu dengan bencana alam.
07. HIEREUS
Aku boleh gila. Namun supaya engkau tidak lupa:
Perempuan adalah bagiaan tak terpisahkan dari alam.
Bahkan perempuan adalah alam itu sendiri.
Maka seperti bencana alam, kodrat yang kau geser jadi
kekeliruan kaumku itu adalah kutuk.
Lalu ke mana kau harus melarikan kodratmu yang telah kau pisahkan dari alam?
Apakah kau tidak akan terbelah dalam dirimu sendiri?
Terbelah dalam diri sendiri adalah bencana dari segala bencana.
Kini kau harus menuding siapa? Kehidupan? Atau Allah?
08. GUERILLA
Perempuan ! Oh, perempuan …
Mengapa engkau harus begini terjepit?
Engkau terjepit karena rahimmu mengandung dan melahirkan kutuk?
09. HIEREUS
Engkau telah menyerah, Guerilla?
10. GUERILLA
Bencana alam sesungguhnya tidak harus disebut bencana, karena itu kodratnya? Gila!
11. HIEREUS
Jawab pertanyaanku!
12. GUERILLA
Lebih gila lagi bila bencana alam itu, harus dilihat sebagai kutukan dari Atas!
Karena itu kalau ia sampai merenggut nyawa manusia, itu haknya.
Suatu hak yang benar-benar asali.
Bukti yang paling nyata, alam tidak pernah mengeluh karena dirinya dirusak oleh manusia.
Maka harus juga sebaliknya, manusia jangan pernah mengeluh, alam merusak diri manusia.
Dan sesungguhnya inilah arti kodrat yang sah dan pasti.
Jadi sebetulnya tidak ada pengertian “saling merusak”.
Yang ada hanya “berada seperti apa adanya”.
Pengertian yang terakhir ini mengandung inti alam semesta: “Saling Mencintai”.
Nah, bila keberadaan perempuan sebagai kodrat
yang tak terpisahkan dari kodrat alam, maka ia harus tidak
dinomor-duakan. Apalagi harus dipojokkan sebagai bencana, sebagai kutuk.
Kaum lelaki harus menyadari hal “berada seperti apa adanya”.
Tidak ada nomor satu. Tidak ada nomor dua.
Ya, ya …aku harus berjuang sampai mati.
13. HIEREUS
Guerilla, jawab pertanyaanku: Engkau menyerah?
14. GUERILLA
Oh, alam. Oh, rahim kehidupan!
Nafas yang membela hak dan kedudukanku.
Kerinduan meluluhkan penjara purba di batok kepala setiap lelaki.
15. HIEREUS
Guerilla gila!
16. GUERILLA
Wahai, sang Alam Yang Sejati!
Jadilah hakim di antara kami:
Siapa yang sesungguhnya kelamin kedua itu?
Perempuan dan lelaki itu perkelahian atau kehidupan?
17. HIEREUS
Guerilla, kegilaan seperti itu tidak pada tempatnya. Alam tidak akan
memperdulikan teriakanmu karena ia telah ditaklukkan kaum lelaki.
Ia telah pekak!
18. GUERILLA
Ha, kau Hiereus? Penjajah!
Allah sendiri tidak pernah berkata begitu.
Aku telah berkelahi untuk kaumku.
Intinya hanya satu : “Saling Mencintai”, sebab sebelum perempuan,
rahim hanya ada pada Sang Kehidupan yang melahirkan semesta dan samudra.
Sebelum perempuan, lelaki itu hanya onggokan kerinduan tak bermakna.
19. HIEREUS
Siapakah yang mengajarkan kelancangan itu kepadamu?
20. GUERILLA
Tanyakan pada dirimu. Bukankah alam adalah perempuan? Ya, ya!
Ia adalah jalan pertama tanpa rintisan.
Ia adalah nafas pertama tanpa angin yang muram.
Ia adalah kecemasan yang melahirkan harapan.
Ia adalah padang tandus yang menyembunyikan kesuburan.
Ia, batu kali berlumut yang menyelimuti permata.
Ia, air bening yang menghidupi sisi tak terselami.
Ia, menara perak yang menopang senja yang ketakutan.
Ia, rahim perempuan yang senantiasa menggetarkan hidup.
Ia, kehidupan itu sendiri.
21. HIEREUS
Mengigau! Gila! Allah akan murka!
22. GUERILLA
Penipu! Mengklaim Allah tanpa alasan seperti itu adalah kebejatan.
Aku tahu: Allah tidak pernah menghukum perempuan sepedih
yang kurasakan selam ini dari seorang lelaki.
Allah itu Maha Rahim, bukan penghukum.
Allah itu kekekalan, bukan hukum yang harus diperjuangkan.
Allah itu Maha Cinta, bukan kealpaan yang harus disadarkan.
Tentang Allah kita tidak perlu berkelahi, Hiereus!
23. HIEREUS
Siapa yang mengajakmu berkelahi tentang Allah, Guerilla?
Aku hanya mau menyadarkan dirimu akan pemberontakanmu terhadap takdir itu.
24. GUERILLA
Tidak ada takdir dalam perkara ini. Yang ada hanya
keberadaan perempuan yang harus diakui dan dihormati.
Dihargai, di tempatkan pada posisinya yang sah. Engkau dengar?
Perempuan adalah humus bumi yang menyuburkan tanpa menuntut balas.
Perempuan adalah sungai yang tidak pernah bosan
dalam kebisuannya mendengarkan.
Perempuan adalah induk pelikan yang memberi
darahnya sampai habis bagi anak-anaknya yang kehausan.
Perempuan adalah keturunan samudra yang pandai mengekang nafsu dan amarah.
Perempuan adalah kepingan hati yang menimbun kepercayaan.
Perempuan bukan hamba lelaki.
Perempuan bukan budak yang setia.
25. HIEREUS
Ironi purba yang dungu. Ketololan yang tidak perlu dipuji.
Analogi yang tidak patut, Guerilla.
26. GUERILLA
Bukan ironi. Bukan ketololan, tapi Kebebasan.
27. HIEREUS
Kebebasan apa yang kau maksudkan?
28. GUERILLA
Kebebasan Ciptaan, tentu!
29. HIEREUS
Awal suatu kehancuran. Memuja kebebasan sebagai batas terakhir
adalah suatu bentuk ateisme yang mencelakakan.
Hati-hati, Guerilla.
Jangan sampai kau terjerumus kedalam kelaknatan yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan.
30. GUERILLA
Kebebasan kaum ateis yang menghancurkan itu adalah kebebasan yang
tidak bertanggungjawab. Sebab kebebasan yang mereka anut
adalah kebebasan yang dipaksakan untuk meniadakan Tuhan.
Mereka berpikir dan merasa bahwa manusia hanya akan betul-betul
bebas tanpa Tuhan. Karena itu supaya manusia bebas,
Tuhan harus disangkal. Bahkan ditiadakan. Sedangkan Kebebasan yang
kumaksudkan adalah Kebebasan Ciptaan yang mengambil Kebebasan
Tuhan sebagai dasar dan prinsip. Maka jelas, ia berada
di bawah pengawasanNya. Tuhan bebas menciptakan alam,
bebas menciptakan manusia, lalu kepada manusia dianugerahkan
suatu atribut khusus: Intelek dan Kehendak agar manusia
sanggup memilih jalan hidupnya dan bebas bertindak sesuai kodratnya.
Dan bila manusia sungguh menggunakan kebebasan
yang dianugerahkan itu, ia memuliakan Allah. Manusia baru akan
hancur bila ia bertindak sebaliknya. Untuk itulah aku berjuang.
Kaum perempuan harus bebas sesuai kodratnya. Kodrat bukan
hanya monopoli kaum lelaki. Kodrat perempuan adalah kebebasan
yang dianugerahkan Pencipta. Karena itu lembaga borjuis,
lembaga yang memperbudak perempuan, yang dibangun kaum lelaki
selama ini, harus dihancurkan.
31. HIEREUS
Kau benar-benar gorila jaman modern yang patut dipatahkan taringnya!
Bila tidak, dunia lelaki bisa sekarat. Balik diperkosa kaum perempuan …
32. GUERILLA
Tidak meleset. Memang akulah gorila yang kau maksudkan itu.
Ayahku sendiri memberi aku nama “Guerilla”, karena memang
sejak kecil aku telah dikenal sebagi “pemberontak” yang ganas
melebihi gorila betina. Sampai mati, ayah tetap musuh pertamaku yang paling kejam
dan menakutkan. Bila aku harus jujur, aku seorang pembenci lelaki.
Bukan saja karena trauma yang telah dibangun ayah dalam sanubariku ini,
tapi kenyataan demi kanyataan pahit yang kutelan selama ini,
lebih meyakinkan aku bahwa kaum lelaki sering bertindak lebih
sebagai “neraka” bagi kaum perempuan.
Kodrat perempuan ramai-ramai diperkosa,
lalu diperjualbelikan. Tidak! Aku tidak sudi!
33. HIEREUS
Jangan keliru, Guerilla. Lembaga itu justru dibangun sendiri oleh “EVA”,
leluhurmu sejak di taman Eden. Biang itulah yang patut kau sesali.
Sebagai anak Adam yang terpaksa tenggelam
ke dalam perbuatan itu, kami hanya membela diri.
Suatu mekanisme yang luhur dan suci, bukan pemerkosaan.
Kau harus menyadari hal yang satu ini.
Bila tidak perjuanganmu akan sia-sia dan bahkan mengerikan.
Hidup kaummu lalu jadi tak bermakna, menjadi suatu hasrat yang kosong,
kegairahan yang tak berguna. Ya, nihil dan absurd!
34. GUERILLA
Matamu akan terbuka kini, sebab pembelaanmu itu berangkat
dari kelalaian Adam yang tidak bisa ditolerir. Sikap Adam yang
sengaja “membiarkan “ Eva terjerumus itulah biang kebusukan hati lelaki.
Sebagai par yang setia, berpredikat pelindung dan pembela
seperti yang biasanya dibanggakan kaum lelaki, Adam seharusnya tidak
sampai kedodoran kesadaran untuk selalu mendampingi Eva.
Mengapa ia sampai begitu ingat diri dan hanya berani mempersalahkan
Eva ketika keadaan tidak bisa diselamatkan lagi? Di mana letak
kejantanan Adam dalam hal ini? Apakah ini bukan suatu
ketololan, martabat yang benar-benar rendah?
35. HIEREUS
Alasanmu masuk akal. Tapi kau harus ingat. Hukuman menyusul
kepada Eva bunyinya demikian : “Susah payah waktu mengandung
akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan
melahirkan anakmu; namun engkau akan birahi kepada suamimu,
dan ia akan berkuasa atasmu”. Kau dengar? Ia akan berkuasa atasmu!
36. GUERILLA
Di situlah letak kelemahan penulis Kitab Suci!
37. HIEREUS
Guerilla !
38. GUERILLA
Mungkin penulis itu seorang lelaki, dan pasti ia seorang lelaki,
maka ia cenderung me-maskulin-kan Allah dan memojokkan Eva.
Seandainya ia seorang perempuan, tentu akan lain sekali redaksinya.
Siapa tahu!
39. HIEREUS
Guerilla, kau benar-benar telah menjadi seorang oknum heresis.
40. GUERILLA
Bukan heresis, tapi pemberontak. Seorang revolusioner sejati.
41. HIEREUS
Heresis karena memberontak. Bidaah karena menjadi
perempuan revolusioner yang tidak memperhitungkan batas-batas.
Revolusi buta.
42. GUERILLA
Untuk itulah aku dilahirkan. “Dia” itulah keberadaanku, nafasku,
jantung dan darahku yang panas menyala. Tidak ada siapa-siapa
di dunia yang berhak melarangku menganut pendirian ini. Ini hakku.
Ini kebebasanku. Ini kodratku.
43. HIEREUS
Engkau harus dihukum !
44. GUERILLA
Aku telah menghukum diriku sendiri. Dan hukuman yang telah
kupilih ini akan kubawa sendiri nanti kehadapan Hakim Yang Maha
Adil, karena aku tahu Dia itu bukan hanya Allah untuk kaum lelaki,
tetapi juga Penegak Hukum untuk kaum Perempuan. Dia itu Takaran
Maha Sempurna yang tidak mungkin kutemukan di dunia ini. Karena
itu perkelahian kita ini harus sampai ke sana. Sebab mustahil selesai di sini.
45. HIEREUS
Kau gorila yang tidak mungkin ditundukkan. Namun aku masih
menyimpan sebuah senjata untukmu: “Bayi” kita itulah kekalahanmu.
46. GUERILLA
Kau tetap keliru, Hiereus. Aku hanya terperangkap penjara
purba yang kau paksakan dari luar jangkauan kemampuanku.
Oleh sebab itu kebebasan yang sedang kuperjuangkan ini
telah menyuruhku untuk mengembalikan “permata tak berdosa”
itu ke alam, ke rahimnya yang asli. Di sana ia akan diasuh untuk
menjadi saksi pergulatanku ini. Sedangkan diriku bagimu
sesungguhnya tak pernah ada, karena aku cumalah angin yang pernah
singgah dan mengaso di otakmu.
47. HIEREUS
Guerilla, kau betul-betul seorang perempuan yang keras kepala.
Kau Evaku yang gila di tengah taman dunia yang sarat oleh obsesi dan kemuakan.
Aku tidak mengerti, tapi aku yakin: “Tuhan tahu, pikiran manusia sia-sia belaka!”
****
Catatan:
Drama berbentuk Solilokui (dialog batin) ini diinspirir oleh Le Deuxiemesexe,
Jenis Kelamin Yang Kedua, judul sebuah buku yang ditulis Simone de Beauvoir,
filsuf perempuan Perancis, karib sekaligus rival dari sang Eksistensialis J.P.Sartre.
diambil dari Catatan : Prisco Virgo
Sukses matatimor, Semoga bermanfaat untuk pembaca