Penelitian awal ini mengkaji pemarkah sangkalan pada tataran kalimat bahasa Dawan yang mencakup kajian bentuk dan distribusi. Data penelitian dibatasi pada ranah subjek dalam bahasa Dawan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena memaparkan data sebagaimana adanya sesuai yang di temukan pada saat penelitian dilakukan.
SampeL lokasi penelitian adalah Kampung Lama, Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Metode pengumpulan data adalah wawancara dan studi dokumentasi dengan teknik pengumpulan data adalah teknik rekaman dan simak-catat.
Data dianalisis secara kualitatif-argumentatif dengan metode induktif. Hasil kajian awal menunjukan bahwa ada fenomena kebahasaan untuk pemarkah sangkalan pada tataran sintaksis bahasa Dawan memiliki karakteristik khas sesuai kekhususan konteks ketatabahasaan yang melatari pemakaian fenomena kebahasan.
Kekhasan yang menunjukkan kekhususan pembeda dan ciri pemerlain fenomena kebahasaan yang dipakai dalam tataran kalimat bahasa Dawan dapat dilihat dalam pemakaian pemarkah sangkalan, sebagaimana tercermin dalam aspek bentuk dan distribusi pemakaiannya secara gramatikal oleh fa.
Pemarkah ini mempunyai arti penting secara gramatikal karena berkenaan dengan tipologi gramatikal dan pemakaian bahasa Dawan di tengah masyarakat penuturnya.
Abstract
This initial research review premarket Disclaimer sentences in languages that include the study of the form of Dawan and distribution. Research data are restricted to the realm of the subject in the language of Dawan. This research is descriptive research because it exposes the data as is, as found by the time the research was conducted. Sample research location is the old Village, Kampung Manulai II, Alak, Kupang. Method of data collection is the interview and documentation study with data collection techniques are techniques of recording and see-note. The data were analyzed qualitatively-argumentative with inductive methods. The initial results of the study indicate that there is a linguistic phenomenon to premarket Disclaimer language syntax in Dawan has characteristics typical of appropriate specificity of context grammatically the military discharging phenomena grammatically. The peculiarities which show specificity criterion and characteristic of pertaining linguistic phenomenon used in sentence-level language usage can be seen in Dawan premarket Disclaimer, as reflected in the distribution of life forms and aspects grammatical basis by fa. Pemarkah this has a significance in grammatically because of grammatical typology and with regard to the use of languages in the community of speakers Dawan.
PENDAHULUAN
Bahasa yang dipakai suatu masyarakat berbeda dengan bahasa yang dipakai masyarakat yang lain karena setiap bahasa memiliki sistimnya tersendiri, sebagaimana tercermin dalam seperangkat aturan atau kaidah yang menjadi rujukan dan acuan bagi subjek penutur bahasa bersangkutan dalam penataan dan pemakaian bahasa ketika mereka melakukan komunikasi dan interaksi.
Akan tetapi, menurut Humboldt (dalam Cassirer, 1987), perbedaan sistim bahasa yang dipakai suatu masyarakat jika dibanding dalam tolak bandingan dengan bahasa yang lain sesungguhnya bukan sekedar persoalan perbedaan tanda-tanda yang mewujud dalam bentuk kata-kata, tetapi perbedaan pandangan dunia yang dianut masyarakat yang menjadi subjek penutur bahasa bersangkutan (Foley, 1997; Bustan, 2005).
Hal ini dapat disimak dalam pandangan de Vito (1970) yang mengartikan bahasa sebagai sistem simbol yang bersifat reflektif, sistemis, dan berstruktur yang dipakai suatu masyarakat untuk mengkatalog obyek, peristiwa, dan hubungan-hubungannya dalam dunia.
Pengertian ini menyeritkan makna bahwa bahasa yang dipakai suatu masyarakat merupakan media simbolik yang mewadahi dan mewahanai pengyikapan pandangan mereka tentang dunia, baik dunia yang faktual maupun dunia simbolik yang keberadaan objek yang menjadi referennya bersifat imaginatif.
Dalam pandangan Finochiaro (1974), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang arbitaris yang memungkinkan warga dalam suatu kebudayaan tertentu atau orang lain yang sudah mempelajari kebudayaan itu berkomunikasi dan berinteraksi. Realitas pemakaian bahasa dalam tataran interaksional mikro yang mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat dapat dilihat, antara lain, dalam tuturan ritual sebagai teks wacana budaya yang mewadahi dan mewahanai gambaran pandangan dunia masyarakat yang menjadi guyub tutur bahasa bersangkutan.
Fitur atau karakteristik fenomena kebahasaan yang dipakai dalam teks wacana budaya tersebut bersifat khas sesuai kekhususan konteks sosial-budaya yang melatarinya.
Kekhasan sebagai kekhusan pembeda dan ciri pemerlain fenomena kebahasaan yang dipakai dalam teks wacana budaya itu dapat dilihat dan disimak dalam tataran leksikal atau tataran kosakata (Bustan, 2005).
Hal ini tercermin, antara lain, dalam pemakaiaan pemarkah sangkalan (negative marker) yang secara fungsional mengembang peran semantis sebagai kategori pendamping verba.
Sesuai fungsinya sebagai kategori pendamping verba, secara semantis, pemarkah sangkalan itu di pakai untuk menyatakan penyangkalan (negasi) terhadap verba yang didampinginya.
Perilaku negasi dalam tiap bahasa berbeda. Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa negasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu bahasa.
Fungsi utama negasi ialah untuk menyangkal atau mengingkari pernyataan dari lawan bicara atau pembicara itu sendiri (Givon, 1979).
Sebagai kata keterangan (adverbia), bukan dan tidak digunakan untuk mengingkarkan kata yang mengikutinya. Bukan digunakan sebagai pengingkar kata benda, misalnya bukan saya, sedangkan tidak digunakan sebagai pengingkar jenis kata lain, misalnya tidak pergi.
Secara naluriah, penutur jati bahasa Indonesia umumnya memahami aturan ini. Sebaliknya, penutur bahasa asing yang belajar bahasa Indonesia mungkin agak sulit memahami aturan ini karena tata bahasa mereka tidak membedakan pengingkaran atau negasi ini.
Bahasa Inggris, misalnya, tidak membedakan pengingkaran this is not my computer dan she is not sad yang keduanya sama-sama menggunakan not sebagai pengingkar. Dalam bentuk kata sambung (konjungsi) korelatif, kedua kata ini memiliki pasangan masing-masing. Bukan berpasangan dengan melainkan, sedangkan tidak berpasangan dengan tetapi.
Contoh: Saya bukan malaikat, melainkan manusia biasa.
Dia tidak mencuri, tetapi meminjam.
Aturan pasangan semacam ini merupakan aturan yang biasa dalam suatu bahasa.
Bahasa Inggris, misalnya, juga memiliki pasangan konjungsi korelatif yang tidak bisa dilanggar dengan semena-mena, seperti either…or dan neither…nor.
Hassall (2012) menyatakan bahwa bukan dapat digunakan untuk mengganti tidak sebagai penekanan, misalnya dia bukan sedih. Hassal juga tidak menyatakan secara spesifik pasangan bukan…melainkan dan tidak…tetapi.
Meskipun menarik dan terjadi secara nyata dalam masyarakat penutur kita, pendapat beliau ini mungkin lebih cocok untuk ragam percakapan, bukan ragam formal.
Sebagai kata keterangan (adverbial) pemarkah sangkah sangkalan fa dalam bahasa Dawan atau bukan dalam bahasa Indonesia, sebagai salah satu bentuk bahasa memiliki memiliki keunikan pola pemakaian dan kekhususan untuk menyangkal atau mengingkari pernyataan lawan bicara, seperti memiliki ciri-ciri yang jelas dalam pemakaian dalam sebuah konteks belum dipernah dibahas atau diteliti oleh peneliti lain.
Tulisan ini adalah langkah awal untuk mengkaji pemarkah fa dalam Bahasa Dawan dalam tataran kata dalam bahasa Dawan dengan sasaran kajian pada bentuk dan distribusi pemarkah fa yang dikhususkan subyeknya pada 1T, 2T, 3J.
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian Sangkalan fa dalam bahasa Dawan adalah sebagai berikut: 1). Mendeskripsikan bentuk sangkalan fa bahasa Dawan dalam kalimat?, 2). Mendeskripsikan model pendistribusian sangkalan fa bahasa Dawan dalam kalimat?
tulisan ini telah dipublikasikan di ejournal.upg45ntt.ac.id/index.php/ciencias/article/download/22/16