Manajemen Berbasis Sekolah Responsif Gender

BERITA95 Dilihat

Oleh Yayuk E. Y. Hardaniari, MT

         MBS Responsif
Gender adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumber
daya dan dana
sekolah  dalam  meningkatkan 
partisipasi  langsung 
lakilaki  dan 
perempuan sebagai warga sekolah guna meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
dan
perundangundang yang berlaku. 

Dengan demikian sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdayadana secara
transparan,  demokratis tanpa
diskriminatif,   dan bertanggung jawab kepada masyarakat maupun pemerintah
dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan kepada
siswa lakilaki maupun
perempuan. 

Melalui MBS yang responsif
gender menyediakan akses,
 partisipasi dan
 tanggung  jawab
 serta 
manfaat  yang
 sama
 bagi  lakilaki  dan
 perempuan
sebagai  warga  sekolah
 untuk  meningkatkan  mutu
 sekolah 
dan  kemandirian
sekolah.
       Pengakuan
terhadap
perbedaan kesempatan, hambatan peranperan
kultural atau          reproduksi sosial, dan karakter kerja
dalam menjalankan tugas yang khas antara lakilaki
dan perempuan
sebagai akibat
konstruksi sosial menjadi titik awal pertimbangan   dalam   menentukan   kebijakan   manajemen   yang   memberikan
  dukungan  kebutuhan
 praktis    yang
 diperlukan
 agar
 mendapatkan  peran  dan
tanggung j
awab yang
seimbang.
Dari pengertian tersebut dapat ditegaskan
bahwa esensi manajemen berbasis sekolah responsif gender
adalah otonomi sekolah, fleksibilitas, partisipasi, dan
kesetaraan
 serta
 keadilan
 gender
 untuk
 meningkatkan  mutu
 sekolah(IAPBE, 
2007).

CARA MENGINTEGRASIKAN KESETARAAN
GENDER
 DALAM
MBS.

 Pengelola sekolah memiliki
peran penting  dalam membentuk
lingkungan sekolah yang responsif
gender  yang
mendukung dilaksankannya pembelajaran yang responsif gender. 
Pengelola sekolah  dapat  mencantumkan kesetaraan
gender  di sekolah
tercermin melalui Rumusan visi
dan misi sekolah yang
secar
keseluruhan dituangkan di
dal
am Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
b
erdasarkan kesepakatan bersama agar tidak ada warga sekolah yang
me
nentang penerapan
PUG
di sekolah.
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
merupakan salah satu wujud dari salah
satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting yang harus
dimiliki sekolah.
RPS  berfungsi  untuk  memberi
 arah  dan
 bimbingan  bagi
 para 
pelaku  sekolah dalam
 rangka 
menuju  tujuan  sekolah
 yang  lebih  baik
 (peningkatan,
pengembangan)  untuk  mencapai  
 Standar  Nasional  Pendidikan  yaitu
 standar
kelulusan,
kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pembiayaan, pengelolaan,
dan
penilaian pendidikan.
Suatu sekolah
dimungkinkan dalam waktu lima tahun
mampu mencapai SNP, sementara itu terdapat sekolah
untuk mencapai SNP memerlukan waktu 15 tahun. Semua itu sangat tergantung kepada unsurunsur yang ada di sekolah itu sendiri.
Dan
apabila suatu sekolah telah memenuhi SNP, maka diharapkan akan mampu menyelenggarakan
 pendidikan  secara  efektif, efisien,  berkualitas,
 relevan, 
dan mampu  mendukung
tercapainya pemerataan
 pendidikan
 yang  seimbang
 antara
lakilaki  dan
perempuan.
Visi atau misi yang responsif
gender dapat mendorong peserta didik perempuan dan lakilaki untuk memiliki cita-cita yang tinggi kepada peserta
didik perempuan
dan
lakilaki, serta
untuk belajar secara aktif, berkreatifitas dan bersikap positif,
tanpa ada peminggiran salah satu jenis kelamin tertentu,
agar peserta
didik dapat berkembang secara maksimal dan menyeluruh yang meliputi aspek intelektual,
sosial,
religi,
emosi dan fisik baik lakilaki
maupun perempuan.

 PERAN SUBSTANSI MBS YANG RESPONSIF GENDER.

1.    Kepala Sekolah

Kepala
sekolah yang efektif
dalam MBS yang responsif
gender dapat dilihat
 sebagai berikut:
·    Mampu  memberdayakan  guruguru  baik
 lakilaki  maupun  perempuan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang adil dan setara bagi siswa
laki maupun perempuan
·    Dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan
 tanpa
alasan misalnya karena sebagai perempuan kepala sekolah maupun laki
laki kepala sekolah.
·    Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dengan mempertimbangkan
nilai, kebiasaan,   filosofi yang dijunjung
oleh masyarakat  lokal  sehingga 
dapat  melibatkan  masyarakat  secara
 aktif
guna mencapai tujuan
sekolah,
·    Kepemimpinan   egaliter,   kooperatif  dan  
ramah   terhadap   perbedaan kepentingan, pengalaman, kebutuhan
dan
kemampuan laki maupun perempuan dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah
·    Mampu bekerja dalam tim
manajemen.

·    Mampu mewujudkan
tujuan sekolah secara produktif dan menghilangkan kesenjangan
gender.
·    Menyusun 
 Rencana   Pengembangan   sekolah    
 dengan   menganalisis
kekuatan, kelemahan, peluang, 
 dan ancaman yang dimiliki sekolah
dengan  melibatkan    pendidik,
 tenaga 
kependidikan,  Komite  sekolah,
wakil
siswa dan pengawas.


2.   Guru

Pelaksanaan MBS mensyaratkan guru   memiliki kompetensi : Kompetensi pedagogik,
kepribadian,  dan
sosial. 

Kompetensi pedagogik  : menguasai landasan mengajar,
menguasai didaktik
dan metodik, 
mengenal siswa laki dan
perempuan,   mengenal
 budaya
 masyarakat  (norma, 
kebiasaan,  nilai  dan
filosofi)  termasuk
 wujud
 kebudayaan
 :
 benda  fisik,  
 bahasa,
 tingka  laku, 
simbolsimbol.,   menguasai kurikulum dan
me
rancang pembelajaran yang responsif gender,
m
enguasai teknik penyusunan RPP yang mampu mengakomodir perbedaan minat,   kebutuhan anak perempuan dan lakilaki dan
Men
guasai pengetahuan
evaluasi pembelajaran yang adil bagi siswa laki– laki dan perempuan.
Kompetensi kepribadian adalah penampilan
sikap
yang positif terhadap tugasnya sebagai guru,
 menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswa,   sikap
tenggang rasa
dan toleransi dalam
me
nyikapi
p
erbedaan
k
ebutuhan, minat,     kepentingan lakilaki
maupun p
erempuan yang ditemui dalam berinteraksi dengan siswa maupun
kole
ganya, sabar/tekun  dan
 ulet 
melaksanakan  proses  pendidikan,  mampu
meng
embangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan,   dapat berhubungan dengan orang lain atas dasar
saling menghormati antara satu dengan yang
lain
nya,   
 memahami  
dirinya  baik   yang  positif  maupun 
 yang  negatif. 

Sedangkan Kompetensi Sosial  : trampil berkomunikasi lisan,   tulisan
d
an
atau isyarat,  
bersikap simpatik, bergaul secara efektif dengan peserta didik, guru, 
 tenaga kependidikan, orang tua/wali baik lakilaki maupun perempuan, 
 bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku,   menerapkan prinsip persaudaraan
sejati
dan
semangat kebersamaan
t
anpa
diskriminasi gender.


3.    Pengawas

Pelaksanaan MBS mensyaratkan pengawas memiliki beberapa syarat   sebagai  berikut
:
·    Mempunyai   keyakinan 
 bahwa   guru 
 perempuan   maupun 
 lakilaki
mempunyai kemampuan atau
kompetensi yang sama
untuk memecahkan masalahnya sendiri
dan mengembangkan dirinya.
·    Berkeyakinan  bahwa  guru  perempuan  maupun  lakilaki  mempunyai
kebebasan untuk memilih dan bertindak
mencapai tujuan yang diinginkannya
·    Mempunyai   komitmen   dan   kemauan   untuk 
 membuat   rekan   guru
perempuan
dan
lakilaki merasa penting,  dihargai dan maju.
·    Memiliki kemauan dan kemampuan untuk dapat membina hubungan yang akrab dan
hangat tanpa diskrimitif,
usia,  suku,  agama dan
jenis kelamin.
·    Memiliki 
 kemampuan   untuk   mendengarkan   serta   keinginan   untuk memanfaatkan pengalamanpengalaman,
 kebutuhan guru perempuan
dan
lakilaki
sebagai sumber untuk
membuatnya berusaha mencapai tujuan.
·    Memiliki 
 ketrampilan   dalam   berkomunikasi,     
 mengobservasi   dan
menganalisis aktivitas guru yang
responsif gender.
·    Mempunyai   suatu 
 komitmen      untuk 
 menerapkan   PUG   dan   terus
menumbuh  dan
 mengembangkan
 pemahaman
 diri
 tentang  gender 
di bidang pendidikan

4.    Kurikulum

Kurikulum yang dapat menampung
kebutuhan peserta didik perempuan dan lakilaki  dengan 
keragamannya,  baik  perbedaan  suku, 
bahasa,  latar sosial
ekonomi, kemampuan berbeda
dan perbedaan jenis kelamin. Kurikulum yang
seimbang harus mampu memberikan alternatif
beragam, dengan metode yang menghindari gender
stereotipe agar peserta didik perempuan dan lakilaki dapat  
termotivasi   dalam   belajar,   dan   menghayati   berbagai   peran   di masyarakat, dan
mengembangkan kecakapan hidup. Dengan demikian
kesetaraan
gender terintegrasi dalam pembelajaran yang
dipastikan dapat mengubah
bias gender menuju responsif gender.
Bandingkan
peran
gender stereotipe dan
peran
gender
nonstereotipe

Peran Gender Stereotipe
Peran Gender Nonstereotipe
Kepala
sekolah memberikan

sambutan pada rapat
persiapan HUT
RI: minggu depan kita akan memperingati HUT
kemerdekaan
RI.
Bapakbapak
diharapkan pegang
peran yang
lebih
banyak, sebab
saya khawatir biasanya kalau
diserahkan kepada ibuibu acaranya tidak sukses.
Bapak
guru memberikan tugas

menanam
pohon di halaman sekolah
secara berkelompok yang terdiri dari
peserta didik perempuan dan
laki– laki dengan jumlah yang seimbang.
Ibu guru menugaskan peserta
didik perempuan
dan
lakilaki secara
bergantian piket mengabsen
teman– temannya di kelas,  menyapu dan
menghapus papan tulis.



5.    Penilaian

Penilaian
dan
P
elaporan hasil belajar siswa lakilaki maupun Perempuan
dengan mempertimbangkan perbedaan pengalaman,
kecenderungan peserta didik perempuan dan laki-laki akibat konstruksi
sosial. Penilaian beragam menjadi pilihan
agar
dapat tergali potensi beragam dari peserta didik perempuan dan lakilaki dan untuk
mengetahui perkembangan kemampua
dan perubahan dari bias gender
menuju
sensitif gender bagi peserta didik
p
erempuan
dan lakilaki guna
men
entukan strategi pembelajaran yang lebih
b
aik. Pelibatan
o
rang tua dalam penilaian ini sangat penting.


6.    Komite sekolah

Tujuan Komite sekolah
responsif Gender :

·    Mewadahi  dan  menyalurkan
 aspirasi  dan
 prakarsa  masyarakat
 dengan memperhatikan perbedaan gender dalam melahirkan kebijakan
operasional
dan program pendidikan di satuan pendidikan. 
Meningkatkan tanggung
jawab dan peran serta masyarakat yang seimbang
antara lakilaki dan perempuan
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
·    Lakilaki dan perempuan bersamasama berupaya menciptakan suasana
dan kondisi yang transparansi,   akuntable,   dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan bermutu di satuan pendidikan.
·     Mendorong  tumbuhnya
 perhatian
 dan  komitmen
 masyarakat  terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang
responsif gender
·     Melakukan  kerja  sama    dengan
 masyarakat
 dan  pemerintah
 dengan penyelenggaraan
pendidikan yang responsif gender.
·     Menampung dan menganalisa aspirasi,  ide,    
 kebutuhan dan hambatan pendidikan
anak
lakilaki
maupun
perempuan
·    Memberikan  masukan
 pertimbangan  dan
 rekomendasi
 kepada
 sekolah tentang kebijakan dan program pendidikan, RAPBS,   kriteria kinerja,
kriteria
fa
silitas pendidikan yang responsif gender
·     Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan bagi anak lakilaki maupun perempuan
·    Melakukan  evaluasi
 dan  pengawasan
 terhadap
 kebijakan,     program, penyelenggaraan
dan
keluaran
pendidikan yang responsif gender. Pentingnya Keterlibatan Perempuan
pada Komite Sekolah
·    Agar peningkatan mutu,   pemerataan  pendidikan, efisiensi pengelolaan dan
 demoktratisasi  pendidikan  dapat  dilakukan
 dengan
 memanfaatka
potensi perempuan dengan lakilaki secara seimbang.  
Komite sekolah dapat  dijadikan  pengimbang  jika  peranan
 perempuan  di  lingkungan sekokah relatif kurang dibandingkan dengan lakilaki.
·    Agar
 fungsi
 komite  sekolah  yang  meliputi
 kerjasama,     menampung
aspirasi,   partisipasi masyarakat, penggalangan dana,   monitoring
dan evaluasi,  rekomendasi kebijakan terkait dengan pendidikan dapat
berjalan
efektif dengan
keterlibatan
perempuan
dan
lakilaki.


7.    Orang
Tua dan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan orang tua
dapat dilakukan antara lain
melalui kunjungan rumah/home visit, kontak telepon/HP, surat. Sementara
itu
keterlibatan orang
tua di sekolah dapat
dilakukan 
dengan berbagai
cara
antara lain;
·    Berusaha sebanyak mungkin mengenal guru dan tenaga kependidikan di sekolah
·    Mengikuti
 pertemuan
 orang
 tua
 atau  menjadi
 anggota  komite/dewan
sekolah
·    Mengikuti kegiatan yang diadakan sekolah( misalnya Lomba,  pameran,
hiburan,  kerja bakti dsb)
·    Menanyakan perkembangan
belajar anak-anak

·    Sumbangan ide, 
material bagi perkembangan
sekolah

Hubungan sekolah dengan orang tua siswa
dapat dilakukan dalam berbagai
bidang, seperti proses belajar mengajar,  pengembangan bakat,  pendidikan mental
dan kebudayaan.
Kerjasama
orang tua dibidang proses belajar mengajar
dimaksudkan untuk memberikan bantuan dan kemudahan belajar,
 misalnya
dalam mengerjakan
pekerjaan rumah,
 orang tua harus
menjelaskan halhal yang belum diketahui oleh
anaknya kepada guru   Terkadang anak lakilaki malu bertanya pada guru perempuan demikian pula sebaliknya anak perempuan malu bertanya pada
guru lakilaki. Orang tua dapat menginformasikan dan menanyakan kepada gurunya sehingga
dapat membantu kelancaran belajar anak lakilaki dan
perempuan.
Kerjasama
dalam pengembangan bakat,    
 dimaksudkan untuk
mengembangkan   bakat   siswa  
lakilaki   dan   perempuan   agar   dapat berkembang secara optimal.
 Misalnya orang tua mengenal secara
tepat bakat anak perempuannya dalam bidang otomotif
namun oleh guru dan teman– teman di kelasnya tidak sengaja atau
sengaja mematikan bakatnya
melalui pernyataanpernyataan yang stereotipi bahwa
kamu
perempuan tidak cocok
menekuni  dunia  otomotif
 dsb.
 Demikian
 pula
 sebaliknya  guru  dapat  
menyampaikan kepada orang
tua
mengenai bakatbakat yang perlu
dikemb
angkan dirumah.
Kerjasama
dalam bidang pendidikan mental dilakukan terutama untuk
menghadapi masalah kesulitan belajar siswa atau masalah pubertas siswa. Misalnya
anak sulit belajar dan tidak dapat konsentrasi dalam kegiatan PBM
karena orang tuanya bercerai,
 maka guru perlu sensitif untuk mecari solusi guna membantu siswa tersebut. Begitu pula menyangkut masalah pubertas, hasil   observasi 
 menunjukkan   bahwa   tingkat   ketidak   hadiran   siswa
perempuan yang disebabkan oleh masa awal pubertas seperti
menstruasi cukup tinggi. Dapat dihitung jika setiap bulan mereka tidak masuk selama 3
4 hari,
 maka
dalam setahun jumlahnya mencapai 3050 hari belajar pertahun ajaran. Dalam keadaan seperti
ini orang tua harus memberitahukan kepada
guru agar   dapat memberikan pembelajaran tambahan untuk membantu mereka mengejar ketertinggalan dari temanteman sekelasnya. Begitu pula halnya dengan anak lakilaki sedang mengalami pubertas,   anak lakilaki
cenderung menjadi agresif karena pengaruh hormonal pada dirinya
sehingga
sering menimbulkan perilaku yang berbeda seperti biasanya. Hal ini tentu
guru maupun orang tua perlu saling menginformasikan agar dapat membantu
siswa tersebut tepat
waktu dan
tepat bantuan.
Kerjasama
dalam bidang kebudayaan,
 misalnya dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar dan tidak bias gender. Anak disekolah
diberi pelajaran
bahasa yang baik namun dirumah bahasa yang
digunakan kurang baik maka perkembangan  bahasanya  akan  kurang  tepat.  
 Misalnya
 dirumah
 selalu 
menyapa anak perempuan dengan Sipesolek” dan anak lakilaki disapah Anak KEJA (anak kejahatan)
 Contoh lain
Di
mana ada anak perempuan, tidak akan pernah sunyi.  
Oleh karena itu orang tua harus sensitif gender sehingga
b
aik situasi rumah maupun sekolah menunjang penggunaan bahasa yang baik. Disamping itu masalah
k
ebersihan, keindahan dan kerapian
b
erbusanapun  perlu 
ditanamkan  baik  dirumah
 maupun  disekolah 
kepada anak
lak
ilaki
d
an perempuan.


8.    Budaya Sekolah
(Lingkungan
Non fisik)

Budaya sekolah
 dapat  diartikan sebagai  nilai/kebiasaan  yang mengikat
komponen
komponen yang ada dalam sekolah
 yang
te
rjadi melalui  interaksi
s
atu  sama  lain  
 dalam  rangka
 meningkatkan  
 kualitas  sekolah.
 

Adapun unsurunsur  budaya antara lain :

Norma  :  Standar  yang  ditetapkan
 bersama
 warga
 sekolah  sebagai  garis
pedoman  aktivitas
 warga
 sekolah.  Norma
 biasanya
 tidak
 tertulis,    tetapi
dipedomani.  Misalnya,
 dilarang berbicara ketika sedang mengikuti ibadat. Tradisi
: kebiasaan yang dilakukan oleh hampir semua warga sekolah secara
turun temurun, yang dinilai baik oleh warga sekolah. Misalnya setiap warga sekolah yang berulang tahun ditulis pada papan pengumuman untuk kemudian
didoakan pada ibadat pagi.
Nilai : Standar kebenaran yang dimiliki, dimengerti dan dihormati warga sekolah.Nilai berfungsi mengarahkan warga agar
memberi perhatian kepada tujuan yang
harus
mereka capai.
Filosofi  : seperangkat pedoman hidup berorganisasi atau nilai yang dipegang
teguh warga sekolah.
Wujud kebudayaan, dalam bentuk :

1.   Simbolsimbol dan artifak-artifak antara lain dalam bentuk : bangunan, pakaian, acesories, tarian, katakata, gambargambar, atau
obyek yang
bermakna hanya atau secara khusus bagi warga sekolah.
2.   Para pejuang,
pemimpin, pahlawan atau tokohtokoh masyarakat adalah : lakilaki dan perempuan, nyata ataupun bayangan, yang memiliki sifat
sifat yang sangat dihargai warga sekolah atau yang mempersonifikasikannya.
3.   Ritual   adalah   : 
 aktivitas-aktivitas   kolektif   yang 
 tidak   secara 
 jelas
diperlukan dalam merealisasi sasaransasaran sekolah tetapi dianggap
penting secara
sosial. Ritual juga dapat diartikan sebagai : praktekpraktek
atau rutinitas yang dilakukan oleh warga
sekolah. Contoh : Upacara bendera, kerja bakti, rapatrapat, wisuda, MOS (Masa
Orientasi Sekolah),
Natoni, Doa bersama,
tarian
4.   Nilai, 
 contoh   : 
 kejujuran,   disiplin,   tanggung   jawab,   sopansantun, heroisme,
keadilan.Nilai ditanamkan melalui beberapa aktivitas antara
lain pada  aktivitas
 pembelajaran,  ketika  MOS,  ketika 
upacara pelepasan/wisuda
5.  
Tingkah laku berpola
: wibawa, anggun, tidak
boleh
bersuara keras,

6.  
Sistem gagasan
: cara mengeluarkan
pendapat,
kreativitas, sportifitas.








Budaya  sekolah  responsif    gender  adalah
 seluruh  pengalaman
 psikologis

warga sekolah (sosial, emosional, dan
intelektual) yang diserap oleh mereka selama
berada dalam lingkungan sekolah yang mencerminkan  
kesetaraan dan keadilan antara lakilaki dan perempuan (IAPBE, 007).
Dalam rangka membangun manajemen berbasis sekolah, budaya mengambil

peran yang cukup penting untuk menciptakan sekolah efektif. Hubungan
timbal balik antara budaya sekolah dengan manajemen sekolah dapat diperhatikan pada kekuatan manajemen dalam
menkondisikan melalui daya tekan yang sangat kuat seperti diberlakukan peraturanperaturan
dan mengontrol penerapannya dengan konsekwen
dan konsisten. Sedangkan budaya sekolah yang
responsif gender dapat memberi daya dorongan untuk
mewujudkan sekolah yang
kondusif sehingga warga sekolah dengan penuh
kesadaran dapat mendukung jalannya manajemen sekolah, sehingga
sekolah efektif mudah
terwujud.


9.    Lingkungan fisik/Sarana prasarana

 Sarana dan prasarana pendidikan tentunya harus dapat  
memberi kontribusi
s
ecara   optimal 
 kepada   anak   lakilaki   dan   perempuan   dalam 
 proses
p
endidikan. Sekolah
hanya sebagai tempat untuk pembelajaran
tetapi
juga me
rupakan lembaga yang menghargai
h
ak asasi lakilaki dan
me
rempuan, tidak saja
h
ak untuk mengikuti pembelajaran juga hak
menikmati
kesehatan,  bermain/berekspresi  dilindungi
d
ari kekerasan,
berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan sesuai dengan tahap perkembangannya. Agar
te
rcipta lingkungan fisik / prasaranasarana pendidikan yang responsif gender perlu memperhatikan halhal sbb:
·    Suasana sekolah yang tertib,   indah, 
 aman, bersih dan penuh suasana kekeluargaan. Tampak pagar dan taman,  
halaman yang tertata dengan indah dan menarik,   saluran air, tidak berbatubatu 
 sehingga
dapat
memastikan siswa laki dan perempuan dapat bermain dan beraktivitas
dengan aman, sehat dan nyaman. 
·    Di ruangruang kelas tertata rapi, ada gambar Presiden,   wakil Presiden, ada bendera merah putih,   didinding tergantung
foto pahlawan lakilaki dan perempuan, ada bunga, lantai terawat bersih oleh piket anak lakilaki
dan perempuan,
ada
air dan kain lap tangan,
dan
tempat sampah. 

·     Dalam   mendukung   
 program  
kurikuler  ada   kantin  
sekolah,  UKS,
keamanan,   kegiatan seni
budaya,   olah raga yang dapat diakses dan
mendapat manfaat
 baik oleh siswa lakilaki dan perempuan. Menghindari
tata letak ruang  yang tertutup, gelap. Tempat yang mudah dijangkau 
, tersedia tempat duduk yang aman, sehat. 
·    Ukuran
 ruang  sesuai
 fungsi  dan
 peruntukannya    hendaknya  mengikuti standar   peralatan.
Ruang yang kecil membatasi ruang gerak anak
perempuan dan terutama lakilaki yang gerakan motoriknya
lebih agresif
·    Terhimpun  dengan 
rapih  piagam  penghargaan  
 terhadap  prestasi  siswa
lakilaki
dan perempuan secara proporsional
·    Diruang OSIS terpampang potret ketua OSIS dan Pengurus OSIS lakilaki dan
perempuan
secara proporsiona
·    Ada Toilet lakilaki dan perempuan yang terpisah dilengkapi dengan air,
tempat sampah, sabun, 
 bahkan cermin. 
·    Tata
 letak  tempat
 duduk
 siswa  memperhatikan  ukuran
 fisik,
 gangguan
indera, jenis kelamin. 
·    Kursi
 dan  meja  yang  kuat  dan
 mudah
 dipindahkan  mengikuti  metoda pembelajaran yang digunakan. 
 
posted & editet by delmatatimor
Baca Juga  Hukum Negeriku tak Kuasa Menghadapi si Pencela

Tinggalkan Balasan