Gender adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumber
daya dan dana
sekolah dalam meningkatkan
partisipasi langsung
laki–laki dan
perempuan sebagai warga sekolah guna meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
dan
perundang–undang yang berlaku.
Dengan demikian sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya–dana secara
transparan, demokratis tanpa
diskriminatif, dan bertanggung jawab kepada masyarakat maupun pemerintah
dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan kepada
siswa laki–laki maupun
perempuan.
Melalui MBS yang responsif
gender menyediakan akses,
partisipasi dan
tanggung jawab
serta
manfaat yang
sama
bagi laki–laki dan
perempuan
sebagai warga sekolah
untuk meningkatkan mutu
sekolah
dan kemandirian
sekolah.
terhadap
perbedaan kesempatan, hambatan peran–peran
kultural atau reproduksi sosial, dan karakter kerja
dalam menjalankan tugas yang khas antara laki–laki
dan perempuan
sebagai akibat
konstruksi sosial menjadi titik awal pertimbangan dalam menentukan kebijakan manajemen yang memberikan dukungan kebutuhan
praktis yang
diperlukan
agar
mendapatkan peran dan
tanggung jawab yang
seimbang.
bahwa esensi manajemen berbasis sekolah responsif gender
adalah otonomi sekolah, fleksibilitas, partisipasi, dan
kesetaraan
serta
keadilan
gender
untuk
meningkatkan mutu
sekolah(IAPBE, 2007).
GENDER
DALAM
MBS.
peran penting dalam membentuk
lingkungan sekolah yang responsif
gender yang
mendukung dilaksankannya pembelajaran yang responsif gender.
Pengelola sekolah dapat mencantumkan kesetaraan
gender di sekolah
tercermin melalui Rumusan visi
dan misi sekolah yang
secara keseluruhan dituangkan di
dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
berdasarkan kesepakatan bersama agar tidak ada warga sekolah yang
menentang penerapan
PUG
di sekolah.
merupakan salah satu wujud dari salah
satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting yang harus
dimiliki sekolah.
RPS berfungsi untuk memberi
arah dan
bimbingan bagi
para
pelaku sekolah dalam
rangka
menuju tujuan sekolah
yang lebih baik
(peningkatan,
pengembangan) untuk mencapai
Standar Nasional Pendidikan yaitu
standar kelulusan,
kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pembiayaan, pengelolaan,
dan
penilaian pendidikan.
dimungkinkan dalam waktu lima tahun
mampu mencapai SNP, sementara itu terdapat sekolah
untuk mencapai SNP memerlukan waktu 15 tahun. Semua itu sangat tergantung kepada unsur–unsur yang ada di sekolah itu sendiri.
Dan
apabila suatu sekolah telah memenuhi SNP, maka diharapkan akan mampu menyelenggarakan
pendidikan secara efektif, efisien, berkualitas,
relevan,
dan mampu mendukung
tercapainya pemerataan
pendidikan
yang seimbang
antara
laki–laki dan
perempuan.
gender dapat mendorong peserta didik perempuan dan laki–laki untuk memiliki cita-cita yang tinggi kepada peserta
didik perempuan
dan
laki–laki, serta
untuk belajar secara aktif, berkreatifitas dan bersikap positif,
tanpa ada peminggiran salah satu jenis kelamin tertentu,
agar peserta
didik dapat berkembang secara maksimal dan menyeluruh yang meliputi aspek intelektual,
sosial,
religi,
emosi dan fisik baik laki–laki
maupun perempuan.
sekolah yang efektif
dalam MBS yang responsif
gender dapat dilihat
sebagai berikut:
laki–laki maupun perempuan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang adil dan setara bagi siswa
laki maupun perempuan
tanpa
alasan misalnya karena sebagai perempuan kepala sekolah maupun laki–
laki kepala sekolah.
nilai, kebiasaan, filosofi yang dijunjung
oleh masyarakat lokal sehingga
dapat melibatkan masyarakat secara
aktif
guna mencapai tujuan
sekolah,
ramah terhadap perbedaan kepentingan, pengalaman, kebutuhan
dan
kemampuan laki maupun perempuan dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah
manajemen.
tujuan sekolah secara produktif dan menghilangkan kesenjangan
gender.
Rencana Pengembangan sekolah
dengan menganalisis
kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman yang dimiliki sekolah
dengan melibatkan pendidik,
tenaga
kependidikan, Komite sekolah,
wakil
siswa dan pengawas.
kepribadian, dan
sosial.
Kompetensi pedagogik : menguasai landasan mengajar,
menguasai didaktik
dan metodik,
mengenal siswa laki dan
perempuan, mengenal
budaya
masyarakat (norma,
kebiasaan, nilai dan
filosofi) termasuk
wujud
kebudayaan
:
benda fisik,
bahasa,
tingka laku, simbol–simbol., menguasai kurikulum dan
merancang pembelajaran yang responsif gender,
menguasai teknik penyusunan RPP yang mampu mengakomodir perbedaan minat, kebutuhan anak perempuan dan laki–laki dan
Menguasai pengetahuan
evaluasi pembelajaran yang adil bagi siswa laki– laki dan perempuan.
Kompetensi kepribadian adalah penampilan
sikap yang positif terhadap tugasnya sebagai guru,
menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswa, sikap
tenggang rasa
dan toleransi dalam
menyikapi
perbedaan
kebutuhan, minat, kepentingan laki–laki
maupun perempuan yang ditemui dalam berinteraksi dengan siswa maupun
koleganya, sabar/tekun dan
ulet
melaksanakan proses pendidikan, mampu
mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, dapat berhubungan dengan orang lain atas dasar
saling menghormati antara satu dengan yang
lainnya,
memahami
dirinya baik yang positif maupun
yang negatif.
Sedangkan Kompetensi Sosial : trampil berkomunikasi lisan, tulisan
dan
atau isyarat,
bersikap simpatik, bergaul secara efektif dengan peserta didik, guru,
tenaga kependidikan, orang tua/wali baik laki–laki maupun perempuan,
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, menerapkan prinsip persaudaraan
sejati
dan semangat kebersamaan
tanpa
diskriminasi gender.
:
bahwa guru
perempuan maupun
laki–laki
mempunyai kemampuan atau
kompetensi yang sama
untuk memecahkan masalahnya sendiri
dan mengembangkan dirinya.
kebebasan untuk memilih dan bertindak
mencapai tujuan yang diinginkannya
membuat rekan guru
perempuan
dan
laki–laki merasa penting, dihargai dan maju.
hangat tanpa diskrimitif,
usia, suku, agama dan
jenis kelamin.
kemampuan untuk mendengarkan serta keinginan untuk memanfaatkan pengalaman–pengalaman,
kebutuhan guru perempuan
dan
laki–laki
sebagai sumber untuk
membuatnya berusaha mencapai tujuan.
ketrampilan dalam berkomunikasi,
mengobservasi dan
menganalisis aktivitas guru yang
responsif gender.
komitmen untuk
menerapkan PUG dan terus
menumbuh dan
mengembangkan
pemahaman
diri
tentang gender
di bidang pendidikan
kebutuhan peserta didik perempuan dan laki–laki dengan
keragamannya, baik perbedaan suku,
bahasa, latar sosial ekonomi, kemampuan berbeda
dan perbedaan jenis kelamin. Kurikulum yang
seimbang harus mampu memberikan alternatif
beragam, dengan metode yang menghindari gender
stereotipe agar peserta didik perempuan dan laki–laki dapat
termotivasi dalam belajar, dan menghayati berbagai peran di masyarakat, dan
mengembangkan kecakapan hidup. Dengan demikian
kesetaraan
gender terintegrasi dalam pembelajaran yang
dipastikan dapat mengubah
bias gender menuju responsif gender.
peran
gender stereotipe dan
peran
gender
non–stereotipe
Peran Gender Stereotipe
|
Peran Gender Non–stereotipe
|
Kepala
sekolah memberikan
sambutan pada rapat
persiapan HUT RI: ”minggu depan kita akan memperingati HUT kemerdekaan RI. Bapak–bapak diharapkan pegang peran yang
lebih
banyak, sebab saya khawatir biasanya kalau diserahkan kepada ibu–ibu acaranya tidak sukses”. |
Bapak
guru memberikan tugas
menanam
pohon di halaman sekolah secara berkelompok yang terdiri dari peserta didik perempuan dan laki– laki dengan jumlah yang seimbang. Ibu guru menugaskan peserta didik perempuan dan laki–laki secara bergantian piket mengabsen teman– temannya di kelas, menyapu dan menghapus papan tulis. |
dan
Pelaporan hasil belajar siswa laki–laki maupun Perempuan
dengan mempertimbangkan perbedaan pengalaman,
kecenderungan peserta didik perempuan dan laki-laki akibat konstruksi
sosial. Penilaian beragam menjadi pilihan
agar
dapat tergali potensi beragam dari peserta didik perempuan dan laki–laki dan untuk
mengetahui perkembangan kemampuan dan perubahan dari bias gender
menuju sensitif gender bagi peserta didik
perempuan
dan laki–laki guna
menentukan strategi pembelajaran yang lebih
baik. Pelibatan
orang tua dalam penilaian ini sangat penting.
responsif Gender :
aspirasi dan
prakarsa masyarakat
dengan memperhatikan perbedaan gender dalam melahirkan kebijakan
operasional
dan program pendidikan di satuan pendidikan. Meningkatkan tanggung
jawab dan peran serta masyarakat yang seimbang
antara laki–laki dan perempuan
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
dan kondisi yang transparansi, akuntable, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan bermutu di satuan pendidikan.
perhatian
dan komitmen
masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang
responsif gender
masyarakat
dan pemerintah
dengan penyelenggaraan
pendidikan yang responsif gender.
kebutuhan dan hambatan pendidikan
anak
laki–laki
maupun
perempuan
pertimbangan dan
rekomendasi
kepada
sekolah tentang kebijakan dan program pendidikan, RAPBS, kriteria kinerja,
kriteria
fasilitas pendidikan yang responsif gender
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan bagi anak laki–laki maupun perempuan
dan pengawasan
terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan
dan
keluaran
pendidikan yang responsif gender. Pentingnya Keterlibatan Perempuan
pada Komite Sekolah
demoktratisasi pendidikan dapat dilakukan
dengan
memanfaatkan potensi perempuan dengan laki–laki secara seimbang.
Komite sekolah dapat dijadikan pengimbang jika peranan
perempuan di lingkungan sekokah relatif kurang dibandingkan dengan laki–laki.
fungsi
komite sekolah yang meliputi
kerjasama, menampung
aspirasi, partisipasi masyarakat, penggalangan dana, monitoring
dan evaluasi, rekomendasi kebijakan terkait dengan pendidikan dapat
berjalan
efektif dengan
keterlibatan
perempuan
dan
laki–laki.
Tua dan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan orang tua
dapat dilakukan antara lain
melalui kunjungan rumah/home visit, kontak telepon/HP, surat. Sementara
itu
keterlibatan orang
tua di sekolah dapat
dilakukan
dengan berbagai
cara
antara lain;
pertemuan
orang
tua
atau menjadi
anggota komite/dewan
sekolah
hiburan, kerja bakti dsb)
belajar anak-anak
material bagi perkembangan
sekolah
dapat dilakukan dalam berbagai
bidang, seperti proses belajar mengajar, pengembangan bakat, pendidikan mental
dan kebudayaan.
orang tua dibidang proses belajar mengajar
dimaksudkan untuk memberikan bantuan dan kemudahan belajar,
misalnya
dalam mengerjakan
pekerjaan rumah,
orang tua harus
menjelaskan hal–hal yang belum diketahui oleh
anaknya kepada guru Terkadang anak laki–laki malu bertanya pada guru perempuan demikian pula sebaliknya anak perempuan malu bertanya pada
guru laki–laki. Orang tua dapat menginformasikan dan menanyakan kepada gurunya sehingga
dapat membantu kelancaran belajar anak laki–laki dan
perempuan.
dalam pengembangan bakat,
dimaksudkan untuk
mengembangkan bakat siswa
laki–laki dan perempuan agar dapat berkembang secara optimal.
Misalnya orang tua mengenal secara
tepat bakat anak perempuannya dalam bidang otomotif
namun oleh guru dan teman– teman di kelasnya tidak sengaja atau
sengaja mematikan bakatnya
melalui pernyataan–pernyataan yang stereotipi bahwa
kamu
perempuan tidak cocok
menekuni dunia otomotif
dsb.
Demikian
pula
sebaliknya guru dapat menyampaikan kepada orang
tua mengenai bakat–bakat yang perlu
dikembangkan dirumah.
dalam bidang pendidikan mental dilakukan terutama untuk
menghadapi masalah kesulitan belajar siswa atau masalah pubertas siswa. Misalnya
anak sulit belajar dan tidak dapat konsentrasi dalam kegiatan PBM
karena orang tuanya bercerai,
maka guru perlu sensitif untuk mecari solusi guna membantu siswa tersebut. Begitu pula menyangkut masalah pubertas, hasil observasi
menunjukkan bahwa tingkat ketidak hadiran siswa
perempuan yang disebabkan oleh masa awal pubertas seperti
menstruasi cukup tinggi. Dapat dihitung jika setiap bulan mereka tidak masuk selama 3–
maka
dalam setahun jumlahnya mencapai 30–50 hari belajar pertahun ajaran. Dalam keadaan seperti
ini orang tua harus memberitahukan kepada
guru agar dapat memberikan pembelajaran tambahan untuk membantu mereka mengejar ketertinggalan dari teman–teman sekelasnya. Begitu pula halnya dengan anak laki–laki sedang mengalami pubertas, anak laki–laki
cenderung menjadi agresif karena pengaruh hormonal pada dirinya
sehingga
sering menimbulkan perilaku yang berbeda seperti biasanya. Hal ini tentu
guru maupun orang tua perlu saling menginformasikan agar dapat membantu
siswa tersebut tepat
waktu dan
tepat bantuan.
dalam bidang kebudayaan,
misalnya dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar dan tidak bias gender. Anak disekolah
diberi pelajaran
bahasa yang baik namun dirumah bahasa yang
digunakan kurang baik maka perkembangan bahasanya akan kurang tepat.
Misalnya
dirumah
selalu menyapa anak perempuan dengan “ Sipesolek” dan anak laki–laki disapah “Anak KEJA (anak kejahatan)”
Contoh lain “
Di mana ada anak perempuan, tidak akan pernah sunyi”.
Oleh karena itu orang tua harus sensitif gender sehingga
baik situasi rumah maupun sekolah menunjang penggunaan bahasa yang baik. Disamping itu masalah
kebersihan, keindahan dan kerapian
berbusanapun perlu
ditanamkan baik dirumah
maupun disekolah
kepada anak
laki–laki
dan perempuan.
(Lingkungan
Non fisik)
dapat diartikan sebagai nilai/kebiasaan yang mengikat
komponen–komponen yang ada dalam sekolah
yang
terjadi melalui interaksi
satu sama lain
dalam rangka
meningkatkan
kualitas sekolah.
bersama
warga
sekolah sebagai garis
pedoman aktivitas
warga
sekolah. Norma
biasanya
tidak
tertulis, tetapi
dipedomani. Misalnya,
dilarang berbicara ketika sedang mengikuti ibadat. Tradisi
: kebiasaan yang dilakukan oleh hampir semua warga sekolah secara
turun temurun, yang dinilai baik oleh warga sekolah. Misalnya setiap warga sekolah yang berulang tahun ditulis pada papan pengumuman untuk kemudian
didoakan pada ibadat pagi.
memberi perhatian kepada tujuan yang
harus
mereka capai.
teguh warga sekolah.
obyek yang
bermakna hanya atau secara khusus bagi warga sekolah.
pemimpin, pahlawan atau tokoh–tokoh masyarakat adalah : laki–laki dan perempuan, nyata ataupun bayangan, yang memiliki sifat–
sifat yang sangat dihargai warga sekolah atau yang mempersonifikasikannya.
aktivitas-aktivitas kolektif yang
tidak secara
jelas
diperlukan dalam merealisasi sasaran–sasaran sekolah tetapi dianggap
penting secara
sosial. Ritual juga dapat diartikan sebagai : praktek–praktek
atau rutinitas yang dilakukan oleh warga
sekolah. Contoh : Upacara bendera, kerja bakti, rapat–rapat, wisuda, MOS (Masa
Orientasi Sekolah),
Natoni, Doa bersama,
tarian
contoh :
kejujuran, disiplin, tanggung jawab, sopan–santun, heroisme,
keadilan.Nilai ditanamkan melalui beberapa aktivitas antara
lain pada aktivitas
pembelajaran, ketika MOS, ketika
upacara pelepasan/wisuda
Tingkah laku berpola
: wibawa, anggun, tidak
boleh
bersuara keras,
Sistem gagasan
: cara mengeluarkan
pendapat,
kreativitas, sportifitas.
seluruh pengalaman
psikologis
intelektual) yang diserap oleh mereka selama
berada dalam lingkungan sekolah yang mencerminkan
kesetaraan dan keadilan antara laki–laki dan perempuan (IAPBE, 007).
timbal balik antara budaya sekolah dengan manajemen sekolah dapat diperhatikan pada kekuatan manajemen dalam
menkondisikan melalui daya tekan yang sangat kuat seperti diberlakukan peraturan–peraturan
dan mengontrol penerapannya dengan konsekwen
dan konsisten. Sedangkan budaya sekolah yang
responsif gender dapat memberi daya dorongan untuk
mewujudkan sekolah yang
kondusif sehingga warga sekolah dengan penuh
kesadaran dapat mendukung jalannya manajemen sekolah, sehingga
sekolah efektif mudah
terwujud.
memberi kontribusi
secara optimal
kepada anak laki–laki dan perempuan dalam
proses
pendidikan. Sekolah
hanya sebagai tempat untuk pembelajaran
tetapi
juga merupakan lembaga yang menghargai
hak asasi laki–laki dan
merempuan, tidak saja
hak untuk mengikuti pembelajaran juga hak
menikmati kesehatan, bermain/berekspresi dilindungi
dari kekerasan,
berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan sesuai dengan tahap perkembangannya. Agar
tercipta lingkungan fisik / prasarana–sarana pendidikan yang responsif gender perlu memperhatikan hal–hal sbb:
aman, bersih dan penuh suasana kekeluargaan. Tampak pagar dan taman,
halaman yang tertata dengan indah dan menarik, saluran air, tidak berbatu–batu
sehingga
dapat
memastikan siswa laki dan perempuan dapat bermain dan beraktivitas
dengan aman, sehat dan nyaman.
foto pahlawan laki–laki dan perempuan, ada bunga, lantai terawat bersih oleh piket anak laki–laki
dan perempuan,
ada
air dan kain lap tangan,
dan
tempat sampah.
· Dalam mendukung
program
kurikuler ada kantin
sekolah, UKS,
keamanan, kegiatan seni
budaya, olah raga yang dapat diakses dan
mendapat manfaat
baik oleh siswa laki–laki dan perempuan. Menghindari
tata letak ruang yang tertutup, gelap. Tempat yang mudah dijangkau
, tersedia tempat duduk yang aman, sehat.
ruang sesuai
fungsi dan
peruntukannya hendaknya mengikuti standar peralatan.
Ruang yang kecil membatasi ruang gerak anak
perempuan dan terutama laki–laki yang gerakan motoriknya
lebih agresif.
rapih piagam penghargaan
terhadap prestasi siswa
laki–laki
dan perempuan secara proporsional
perempuan
secara proporsional
tempat sampah, sabun,
bahkan cermin.
letak tempat
duduk
siswa memperhatikan ukuran
fisik,
gangguan
indera, jenis kelamin.
dan meja yang kuat dan
mudah
dipindahkan mengikuti metoda pembelajaran yang digunakan.