Realisme adalah aliran dalam kesusastraan (seni pada umumnya) yang melukiskan suatu keadaan atau kenyataan secara sesungguhnya. Para tokoh aliran ini berpendapat bahwa tujuan seni adalah untuk menggambarkan kehidpan dengan kejujuran yang sempurna dan objektif. Karena itu, realisme mementingkan penggambaran yang teliti, seperti cermin yang memantulkan realitas objektif itu di depan audience, apresian, penikmat, dan para pembaca.
Dr. H. B. Jassin pernah menjelaskan bahwa di dalam realisme digambarkan seperti keadaan yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh mata. Amat jelas misalnya dalam seni lukis, seniman seakan cermin yang membayangkan kembali kehidupan sekitar dengan warna-warna, garis-garis dan gerak-geriknya. Pengarang realis melukiskan orang-orangnya dengan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya sampai yang sekecil-kecilnya, dengan tidak memihak memberi simpati dan antipati.
Pengarang melukiskan dengan teliti, tanpa prasangka dan tanpa dicampuri tafsiran dan tak mendesakkan kehendak sendiri terhadap pelaku dan pembacanya; pengarang sendiri berada di luar, tanpa ikut campur dalam cerita. Ia sebagai penonton yang objektif. Pengarang tidak melukiskan lebih bagus atau lebih jelek dari kenyataan sebenarnya. Kaum realis ingin menyatakan sesuatu dengan penuh kejujuran, tanpa tafsiran subjektif.
Aliran realisme muncul pada abad ke-18, tetapi baru berkembang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kaum realis ini menentang romantisme yang mereka anggap cengeng dan berlebih-lebihan. Karena itu, mereka menolak pelukisan yang bersifat idealis-romantis. Realisme haruslah menggambarkan kehidupan nyata sehari-hari, seperti yang memang terjadi; kehidupan yang kejam dan ganas, kehidupa yang penuh pertarungan.
Gustave Flaubert (1821 – 1889) dianggap sebagai tokoh terbesar aliran realisme dari Prancis. Karena itu kaum realis mengiyakan pendapatnya bahwa roman haruslah seperti ilmu hayat; pengarang harus melukiskan orang-orang seperti melukiskan gajah atau buaya; siapa yang akan menyatakan bagus tidaknya taring itu atau bagus tidaknya rahang buaya? Lukiskanlah binatang-binatang itu, rendam dalam air kelapa atu isi perutnya supaya awet, tetapi jangan diukur bagus tidaknya.
Sebagai aliran yang menekankan pelukisan kehidupan sehari-hari, realisme hanya menceritakan apa yang terlihat dari luar, tidak perlu melukiskan latar belakangnya. Dalam buku Memahami Kesusastraan (alumni, 1984) Drs. Jakob Sumardjo mengatakan bahwa “menurut kaum realis keturunan dan lingkungan hidup amat menentukan pembentukan watak seseorang. Akibatnya kejahatan seseorang tak dapat ditimpakan kepada pribadi orang itu saja, tetapi juga masyarakat lingkungan. Memperbaiki seseorang harus berarti memperbaiki lingkungan masyarakatnya.” Lebih jauh Jakob Sumardjo mengatakan bahwa kaum realis lebih suka memilih tokoh-tokoh sederhana dan umum seperti biasa kita jumpai di jalan, dengan kejadian dan lingkungan yang sudah amat kita kenal pula dalam kehidupan sebari-hari. “Realisme menghendaki gambaran yang objektif seperti apa adanya. Kenyataan-kenyataan itu tidak boleh ditafsirkan oleh sastrawan menjadi berlebih-lebihan seperti kaum romantik. Hal-hal sifatnya idela ditolak. inilah sebabnya karya-karya realisme banyak yang berkisar pada golongan bawah masyarakat seperti kaum tani, buruh, gelandangan, pelacur, gengster, dan sebagainya.” Untuk mendapat gambaran yang lebih nyata, berikut ini dikutip cerita pendek “Perjalanan dalam Kelam” yang diambil dari edisi khusus Femina, 1986, merupakan cerita pendek pemenang pertama Sayembara Cerita Pendek Femina, 1986
………………Bersambung………………….
kata kunci : Cerita Pendek Realisme Aliran Cerita Pendek